BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Tujuan utama Pendidikan Nasional sebagaimana yang dirumuskan dalam GBHN, diarahkan pada pengembangan dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), yakni manusia Indonesia seutuhnya yang memiliki wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), memiliki keterampilan dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu, perlu dilaksanakan suatu program pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan. Hal ini dimaksudkan agar memiliki keterkaitan yang baik antara dunia pendidikan dengan dunia industri dalam hubungan saling membutuhkan, melengkapi dan saling mendukung proses pencapaian pembangunan.
Sekolah Tinggi Teknologi Dumai (STTD) sebagai salah satu lembaga pendidikan yang bertugas menghasilkan tenaga-tenaga yang profesional dalam bidang supervisi, pengembangan tugas- tugas dan amanah sebagaimana telah dirumuskan dalam GBHN. Selain itu juga berupaya melaksanakan program-program pendidikan yang bertujuan menghasilkan lulusan- lulusan yang tidak saja memahami ilmu pengetahuan dan teknologi, akan tetapi juga mampu mempraktekkan serta mengembangkannya baik di dunia pendidikan maupun di dunia industi.
Salah satu cara memenuhi tujuan di atas, Sekolah Tinggi Teknologi Dumai (STTD) mengirimkan mahasiswanya yang telah memenuhi persyaratan ke dunia industri untuk melaksanakan Kerja Praktek (KP). Dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkompeten, perlu diperhatikan tingkat pendidikan yang diperoleh. Mahasiswa sebagai calon sumber daya manusia telah menerima pendidikan di perguruan tinggi. Kerja praktek merupakan salah satu pemecahan permasalahan akan adanya jarak antara teori dan praktek tersebut sehingga pada Kerja Praktek ini mahasiswa diharapkan mampu menerapkan serta mengkombinasikan ilmu-ilmu yang diperoleh diperkuliahan dengan yang diperoleh dilapangan, untuk selanjutnya diterapkan dilapangan (Industri) serta mampu menjawab setiap tantangan yang timbul di Industri dengan bekal dan ilmu-ilmu yang didapat diperkuliahan. Terkhusus di Sekolah Tinggi Teknologi Dumai program studi Teknik Industri, kerja praktek sudah menjadi mata kuliah wajib dengan bobot 2 SKS (Sistem Kredit Semester) yang wajib diselesaikan oleh mahasiswa dan perlu dilaksanakan dengan baik dan benar agar diperoleh manfaat yang sebesar – besarnya.
Kerja praktek yang dilaksanakan dikelompokkan dalam 2 jenis, yaitu :
Produksi
Praktek kerja untuk bidang produksi dilakukan dengan mempelajari proses pengolahan bahan baku menjadi hasil jadi atau hasil setengah jadi yang merupakan produk akhir pada industri/ perusahaan tempat kerja praktek dilakukan.
Manajemen Perusahaan
Praktek kerja untuk bidang manajemen perusahaan mencakup pembahasan mengenai struktur organisasi perusahaan, tata letak pabrik, pemasaran, permasalahan tenaga kerja, keselamatan dan kesehatan kerja.
Rumusan Masalah
Dalam penulisan laporan kerja praktek kali ini penyusun mengorientasikan atau membatasi permasalahan hanya pada proses pengolahan dan perencanaan operasi produksi Premium. Dalam hal ini mencakup tentang kondisi operasi, variabel proses serta permasalahan dan cara mengatasinya. Parameter yang digunakan dalam proses pengolahan ini hanya sebatas angka oktan karena parameter lainnya diasumsikan sudah sesuai dengan standar dan dalam perencanaan produksi premium menggunakan metode peramalan terbaik dari dua metode peramalan yang digunakan yaitu (Trend Linear dan kuadratis).
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah :
Memenuhi syarat dalam penyusunan tugas akhir pada program studi Teknik Industri di Sekolah Tinggi Teknologi Dumai.
Mengetahui proses produksi premium dan parameter apa saja yang digunakan pada proses produksi Premium tersebut serta Bagaimanakah kriteria produk Premium yang diharapkan.
Menganalisa dan membandingkan metode peramalan penjualan premium dengan kesalahan standar penaksiran Standard Error of Estimate (SEE) dari data aktual penjualan premium,
Memilih dan menghitung peramalan dengan metode terbaik untuk 12 periode ke depan.
1.4 Tempat dan Waktu Kuliah Kerja Praktek
Kerja Praktek dilaksanakan pada tanggal 01 Juli 2012 sampai dengan tanggal 10 Agustus 2012 di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II Dumai, beralamat di Jl. Putri Tujuh, Kota Dumai - Riau.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui isi dan susunan kalimat laporan kerja praktek dan untuk menghindari pembahasan yang berulang-ulang, adapun sistematika penulisan ini terdiri dari :
BAB I. PENDAHULUAN
Memuat uraian mengenai latar belakang, batasan masalah, perumusan masalah dan tujuan pemilihan judul, serta sistematika penulisan.
BAB II. PROFIL PERUSAHAAN
Memuat sejarah singkat kilang minyak Pertamina UP II Dumai, tugas, fungsi, visi Misi, struktur organisasi, sarana dan fasilitas pendukung.
BAB III. LANDASAN TEORI
Berisi tentang minyak bumi, gasoline, proses distilasi, alkilasi, katalis, dan proses yang terjadi selama pengolahan minyak bumi. Serta perencanaan produksi dengan menggunakan teknik peramalan.
BAB IV. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Berisi Tentang uraian UNIT PLATFORMING I yang mencakup proses produksi Premium pada unit NRU-102 dan Hydrobon Platforming-301, kondisi operasi, data-data kondisi operasi, permasalahan dan penanggulangan. Kemudian Mengambil kesimpulan mengenai perbandingan metode peramalan penjualan premium dengan standar kesalahan peramalan dan memilih metode peramalan terbaik serta membuat perencanaan untuk operasi produksi premium pada 12 Bulan yang akan datang. Serta data-data yang diperlukan dan tahap-tahap penelitian yang dilakukan mulai dari awal sampai ditariknya suatu kesimpulan penelitian. Pengolahan data yang dilakukan berupa peramalan produksi premium
BAB V. PENUTUP
Memuat tentang kesimpulan dan saran mengenai proses pengolahan dan perencanaan produksi Premium dalam penyusunan laporan kerja praktek.
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
II.1 Sejarah berdirinya PT. PERTAMINA (persero) RU II
Pembangunan kilang Pertamina Refinery Unit II Dumai dilaksanakan mulai bulan 20 April 1969 atas dasar persetujuan “Turn Key Project” merupakan hasil kerjasama Pertamina dengan Far East Sumitomo Sloye kaisha yang merupakan kontraktor jepang, kilang ini di kukuhkan dalam surat keputusan direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nomor 334 / Kps / DM / 1967. Sedangkan pelaksanaan teknis pembangunan dilaksanakan oleh kontraktor asing yaitu:
1. IHHI ( Ishikawajima-Harima Heavy Industries) untuk melakukan pekerjaan kontruksi pembuatan kilang Crude Destillatiopn Unit(CDU) dan fasilitas penunjang pembangkit Utama (Utilities).
2. TAESEI construction, Co., untuk melakukan pekerjaan kontruksi pembuatan fasilitas penunjang konstruksi kilang.
Unit yang pertama didirikan adalah Crude Distilation Unit (CDU / 100) yang selesai pada bulan Juni 1971. Unit ini dirancang untuk mengolah minyak mentah jenis Sumatera Light Crude (SLC) dengan kapasitas 100.000 barrel/hari. Pada tangal 14 Agustus 1971 kilang ini menjalani uji coba kemudian Peresmian kilang ini dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 9 September 1971 dengan nama Kilang Putri Tujuh. Produk yang dihasilkan dari kilang ini antara lain: Naphtha, Kerosene, Solar/Automotive Diesel Oil (ADO), Bottom Product berupa 55 % volume Low Sulphur Wax residu (LSWR) untuk diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat.
Pada tanggal 21 Februari 1973 Naphta Rerun Unit ( NRU) dan Hydrocarbon platformer mulai di operasikan dan pada tanggal 6 september 1973 Platformer unit di serahkan pada pihak P.T. PERTAMINA (Persero) oleh pihak Sumitomo Slolye Kaisha.
Pada kilang lama (Existen Plant) ini crude Oli di ubah menjadi Fuel gas, premium, kerosene, ADO (Automtive Diesel Oil) dan residue. Residu atau LSWR (Low Sulphur Waxi Residu) ini merupakan produksi terbanyak yaitu 62%, residu ini perlu pengolahan lebih lanjut, karena Pertamina RU II (persero) belum mempunyai unit yang dapat mengolah residu ini, maka residu ini dieksport ke luar negeri yaitu ke Jepang dan Amerika Serikat.
Karena perkembangan ekonomi dalam negeri yang makin meningkat, maka kebutuhan BBM pun semakin tinggi, untuk mengurangi ketergantungan BBM kepada luar negeri, maka pemerintah mengambil kebijakan untuk membangun kilang baru yang berfungsi untuk mengolah LSWR menjadi bahan bakar yang siap pakai . Kilang baru (New Plant) ini di beri nama Hydrocracker Unit. Dimana unit ini tidak mengolah minyak mentah tetapi mengolah residu hasil dari topping unit (CDU) Pada Klang Putri Tujuh dan Kilang Sei. Pakning. Pada tanggal 12 November 1979 berdasarkan surat keputusan Dirjen Migas No. 0731/Kpts/DM/1979 di bentuk suatu team study pengembangan kilang BBM, yang akan mempelajari pengembangan kilang- kilang di Dumai, Balikpapan dan Cilacap. Berdasarkan laporan team studiy, maka team pengarah yang di bentuk dengan surat keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.55/ Kpts / pertam/1980 yang membuat rekomendasi kepada pemerintah untuk pelaksanaan proyek-proyek tersebut. Pada tanggal 2 April 1980 di tanda tangani perjanjian pemakaian lisensi dan proses desain kilang Dumai dengan Universal Oil Product (UOP) Amerika Serikat sebagai pemegang hak paten proses.
Perluasan selanjutnya dilakukan pada tanggal 2 April 1980 dengan ditandatanganinya persetujuan perjanjian kerjasama antara Pertamina dengan Universal Oil Product (UOP) dari Amerika Serikat dengan kontraktor utama Technidas Reunidas Centunion dari Spanyol berdasarkan lisensi proses dari UOP.
Tahap-tahap pelaksanaan pembangunan proyek tersebut antara lain:
Survei tanah dilaksanakan oleh SOFOCO (Indonesia) dan dievaluasi oleh HASKONING (Belanda).
Penimbunan area dilaksanakan oleh PT. SAC Nusantara (Indonesia). Pasir timbunan diambil dari laut di Sekitar Pulau Jentilik (± 8 km dari area proyek) dengan cutter section dredger.
Pemancangan tiang pertama dilaksanakan oleh PT. Jaya Sumpiles Indonesia dengan jumlah tiang pancang 18.000 dan panjang 706 km.
Pembangunan konstruksi unit-unit proses beserta fasilitas penunjang dikerjakan oleh kontraktor utama Technidas Reunmidas Centunion Spanyol yang bekerjasama dengan Pembangunan Jaya Group, dengan subkontraktor:
DAELIM (Korea) mengerjakan konstruksi: High Vacuum Unit, HC Unibon Unit, Hydrogen Plant Unit, Naphtha Hydrotreater Unit, CCR Platformer Unit, Delayed Coking Unit, Distillate Hydrotreater Unit, dan Amine & LPG Recovery Unit.
HYUNDAI (Korea) mengerjakan konstruksi unit penunjang dan offsite facilities yang meliputi Power Plant, Boiler Unit, Coke Calciner Unit, Water Treated Boile, Waste Water Treatment Unit, Tank Inter Connection dan Sewer System.
Pembangunan tangki-tangki penyimpanan dikerjakan oleh Toro Kanetsu Indonesia.
Pembangunan fasilitas jetty dikerjakan oleh PT. Jaya Sumpiles Indonesia.
Pembangunan sarana penunjang seperti pipa penghubung kilang lama dan baru, gedung laboratorium, gudang Fire & Safety, perkantoran dan perumahan karyawan dikerjakan oleh kontraktor-kontraktor Indonesia
Pengawasan proyek dilakukan oleh TRC dan Pertamina dibantu oleh konsultan CF Braun dari Amerika Serikat. Setelah proyek perluasan ini selesai dibangun, kilang baru ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16 Februari 1984.
Proyek ini mencakup beberapa proses dengan teknologi tinggi yang terdiri dari unit-unit proses sebagai berikut :
High Vacuum Distillation Unit (110)
Delayed Coking Unit (140)
Coke Calciner Unit (170)
Naphtha Hydrotreating Unit (200)
Hydrocracker Unibon (211/212)
Distillate Hydrotreating Unit (220)
Continous Catalyst Regeneration-Platforming Unit (300 / 310)
Hydrobon Platforming Unit/PL-1 (301)
Amine-LPG Recovery Unit (410)
Hydrogen Plant (701 / 702)
Sour Water Stripper Unit (840)
Nitrogen Plant (940)
Fasilitas penunjang operasi kilang (utilitas)
Fasilitas tangki penimbun dan dermaga baru.
Beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diproduksi oleh Kilang Pertamina UP II Dumai saat ini adalah :
Premium
Jet Petroleum Grade
Aviation Turbin (Avtur)
Kerosene
Automotive Diesel Oil (ADO)
Sedangkan non-BBM antara lain :
LPG
Green Coke.
Saat ini, Pertamina RU II Dumai berencana untuk menghasilkan produk baru dengan nama solar plus untuk bahan bakar busway. Kontribusi kilang Pertamina RU II Dumai dan Sei Pakning terhadap kebutuhan bahan bakar nasional mencapai 22-24%.
Desain dan konstruksi Kilang Pertamina RU II Dumai telah menggunakan teknologi tinggi sehingga aspek keselamatan kerja karyawan dan peralatan produksi serta unit pengolahan limbah untuk program perlindungan lingkungan telah dibuat secara memadai dengan mengikuti standar internasional Dalam bidang pengolahan minyak bumi, sampai saat ini Pertamina memiliki tujuh unit pengolahan yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia, antara lain:
Unit Pengolahan I Pangkalan Brandan.
Unit Pengolahan II Dumai dan Sei. Pakning.
Unit Pengolahan III Plaju dan Sei Gerong.
Unit Pengolahan IV Cilacap dan Cepu.
Unit Pengolahan V Balikpapan.
Unit Pengolahan VI Balongan, Indramayu.
Unit Pengolahan VII Kasim, Sorong.
II.2 Wilayah Kilang PT. PERTAMINA (Persero) RU II
P.T. PERTAMINA RU II (Persero) Dumai terletak dikota administrative Dumai yang berada di tepi pantai timur Sumatra yang berjarak 180 Km dari Pekanbaru, ibukota propinsi Riau.
Pada awalnya daerah ini cukup jauh dari pemukiman penduduk, dimana perbatasannya adalah:
Sebelah utara berbatasan dengan selat rupat
Sebelah selatan berbatasan dengan perkampungan penduduk
Sebelah Barat berbatasan dengan komplek perkantoran
Sebelah timur sekitar 8 Km berbatasan dengan perumahan karyawan
Gambar II.1. Lay Out PT.Pertamina (Persero) Refinery Unit II Dumai
Sumber : PT. Pertamina ( Persero) RU II Dumai
Pemilihan Dumai sebagai lokasi kilang minyak adalah dengan beberapa pertimbangan antaranya adalah:
Dumai terletak ditepi pantai (Selat rupat) menuju perairan bebas selat malaka, sehingga produk-produk kilang akan mudah didistribusikan melalui transportasi laut, yang dapat dikunjungi kapal – kapal tengker
Riau daratan merupakan lading minyak dan letaknya dekat dengan PT. Chevron Pasific Indinesia sebagai penyalur Crude Oil, yang mampu memproduksi 850.000 barrel/hari
Daerah dumai merupakan dataran rendah yang cukup stabil dan banyak terdapat hutan, yang letaknya cukup jauh dari pusat gempa Sumatera disepanjang pegunungan Bukit barisan sehingga aman untuk perluasan kilang.
Daerah Dumai termasuk kota yang jarang penduduknya, shingga banyak membantu pemerintah dalam pemerataan penduduk.
Tanah daerah Dumai Kurang subur atau rawa sehingga tidak merugikan
Selain pemilihan lokasi, tata letak didalam perusahaan memegang peranan penting dalam menjamin kesuksesan operasi kilang. Tata letak Plant –plant PT. PERTAMINA (persero) RU II Dumai dirancang berdasarkan standar internasional industri pengilangan yaitu:
Memperhatikan betul arah angin tahunan. Berdasarkan angin tahunan pantai dumai yang ke barat daya maka tangki-tangki penimbunan crude maupun produk diletakkan sebelah barat plant. Tanki di kelompokan berdasarkan isi didalamnya membentuk suatu “tang farm”.
Unit pengelolaan dikelompokan dalam komplek-komplek berdasarkan kedekatan bahan-bahan yang di olah maupun berkaitan masing-masing unit.
Jalan yang tersedia menjadi jalan utama, yaitu jalan yang sering dilewati kendraan maupun berkaitan jalan pendukung yang menghubungkan antar unit. Kedua jenis jalan mempunyai lebar yang cukup bagi transfortasi kendraan karyawan maupun kendraan berat.
Unit pengolahan limbah diletakkan berdekatan dengan tempat pembuangan akhir limbah cair (laut)
Sistem perpipaan tersusun secara rapi dalam jalur yang telah ditentukan, baik jalur atas (rak pipa) maupun jalur (bawah pipa)
II.3 Visi dan Misi PT. PERTAMINA (persero) RU II Dumai
“MENJADI KILANG MINYAK KEBANGGAAN NASIONAL YANG KOMPETITIF MULAI TAHUN 2012”
Operasi aman dan handal
Margin positif
Kemampuan World – class
Performance HSE
Tidak ada kecelakaan dan penyakit akibat kerja
PROPER HIJAU
HSE certified Operation excellence
Kehandalan perlatan dan proses
Efisiensi energi dan minimasi loss
Efektivitas dan efisiensi biaya
Optimasi feed dan maksimasi valuable product Growth
Disversifikasi produk dan jasa
Peningkatan kapasitas kilang optimum
Aliansi optimum
Sustainability
Culture dan mindset
Komitmen Dan Role Modeling
Profit Oriented
Safety minded
Capabilities Dan Leadership
Pekerja yang profesional
Pemimpin yang berkarakter mulia (6C ) dan memiliki intrapreneural insight
Training dan coaching yang yang tepat sasaran
Management infrastructure
Penerapan knowlage management system
Meritoratik appreciation, rewards and consequences
Organisasi yang efisien dan terpadu
Jenjang karir yang transfaran
Konsisten terhadap pelaksanaan sistem managemen mutu (SMKKK dan ISO series)
Gambar II.2. Sustainability dan Performance PT.Pertamina (Persero) RU II Dumai
Sumber : PT. Pertamina ( Persero) RU II Dumai
II.4 Tata Nilai Pertamina
Tata Nilai Pertamina yaitu :
Clean (Bersih)
Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepetingan, tidak mentoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman pada asas – asas tata kelola korporasi yang baik.
Competitif (kompetitif)
Mampu berkompetensi dalam skala regional maupun internasional, mandorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja
Confident (percaya diri)
Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional,menjadi pelopor dalam reformasi BUMN, dan membangun kebanggaan bangsa.
Costumer focused ( fokus pada pelanggan)
Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.
Comercial (komersial)
Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip yang sehat.
Capable (berkemampuan)
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta dan pemguasaan teknik tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.
II.5 Strategi Perusahaan
1. Sasaran strategi
Berdasarkan hasil analisa SWOT dan GE 9 Cells, RU II menetapkan sasaran strategi utama, yaitu :
1. Peningkatan kehandalan kilang
2. Optimasi biaya produksi
3. Peningkatan kompetensi pekerja
4. Peningkatan nilai tambah produk
5. Peningkatan kepuasan pelanggan
Tujuan yang paling penting dari sasaran strategi tersebut adalah
Peningkatan revenue dan cost reduction
Peningkatan kepuasan pelanggan
Peningkatan citra positif perusahaan
Dalam menetapkan sasaran – sasaran strategi, RU II telah mempertimbangkan tantangan strategi, keunggulan strategi, serta peluang inovasi terhadap produk operasi dan model bisnis.
Faktor utama : kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.
Deskripsi :
1.Kekuatan
Fasilitas produk dan distribusi yang memadai
Bahan baku kontinyu dan sangat dekat
Kapasitas kilang yang cukup besar
Organisai dan metode kerja yang memadai
SDM dengan kompetensi yang cukup dalam pengoperasian kilang
Pangsa pasar tetap ( captive market )
2.Kelemahan
Kehandalan kilang
Biaya produksi dan loses tinggi
Konfigurasi kilang belum sepenuhnya optimal
Budaya kerja belum sepenuhnya berorientasi pada profit center
Pengolahan produksi kilang belum mempertimbangkan aspek bisnis yang sesungguhnya.
3.peluang
Pasar BBM tumbuh 5 – 6 % pertahun
Pemasok tunggal untuk 2-3 tahun mendatang
UU Migas baru
Pemasaran jenis produk baru
4.ancamam
Kompetitor 3-4 tahun mendatang
Sistem perpajakan yang baru (PPN)
Aturan lindungan lingkungan
Tuntutan kwalitas produk
Sumber data :
Indetifikasi resource dan capabilities, bussiniess plant dit. Regulasi
Metode Analisa
SWOT analysis
b. Faktor utama : Perkembangan pasar, preferensi pelanggan, persaingan dan regulasi
Deskripsi
Pengembangan teknologi kilang diarahkan pada efisiensi dan safety serta trend produk ramah lingkungan.
Perlu peningkatan nilai tambah produk LSWR dan Green Coke
RU II fokus pada pangsa pasar BBM wilayah sumatera
Strategi pemasaran produk NBM dan BBK melalui kontrak jangka pendek dan panjang dengan trading company
Sumber data :
Bussines Plan Dit.P. lap. Bulanan RU II
Metode Analisa
Analisa SWOT, Analisa GE 9 CELL, Koodinasi dengan Pemasaran Niaga
c. Faktor utama : Keberlangsungan perusahaan jangka panjang
Deskripsi
Potensi resiko sosial (pencemaran, keluhan masyarakat dan Pemda) diantisipasi dengan menerapkan SML ISO-4001 dan peningkatan Community Development.
Potensi resiko berkurangnya pasokan crude dari PT. Chevron diantisipasi dengan mencari jenis crude alternatif serta penyediaan fasilitas penerimaan.
Potensi resiko aspek safety diminimalisi dengan implementasi MKP dan survey oleh asuransi.
Pemenuhan standar internasional diantisipsi dengan iplementasi ISO-9001 -, ISO- 14001, dan ISO -7025.
Sumber data :
Laporan surveillance dari external auditor serta hasil survey USU , hasil rapat RCC,laporan survey asuransi.
Metode Analisa dan Survey,rapat koordinasi, assesment
d.Faktor Utama : Kemampuan perusahaan untuk mengeksekusi rencana strategi
Deskripsi
Perlu alokasi sumber daya untuk menjamin terlaksananya rencana strategi
Cascading KPI menjadi KPI fungsi/bagian dan SMK individu
Prosedur untuk mengantisipasi terjadinya perubahan terhadap strategi atau sasaran yang telah ditetapkan, termasuk realokasi sumber daya.
Sumber data :
SAP
Metode Analisa
Evaluasi ketersediaan sumber daya (Finansial, SDM)
Berdasarkan kebijakan strategi Dit. Pengolahan yang dijabarkan lebih lanjut menjadi perencanaan Strategi RU II General Manager bersama Tim Manajemen menyusun rencana kerja dan target kinerja disusun dengan mempertimbangkan kinerja sebelumnya, kemampuan finansial, kemampuan dan kehandalan peralatan dan kemampuan SDM.
Rencana Kerja RU II di jabarkan menjadi Rencana Kerja tiap fungsi dan bagian yang tercermin dalam KPI sampai menjadi SMK bagi tiap pekerja.
II.6 Struktur Organisasi Pusat
Pertamina dikelola oleh suatu dewan direksi perusahaan dan diawasi oleh suatu komisaris / pemerintah RI. Pelaksanaan kegiatan diawasi oleh seperangkat pengawas yaitu lembaga negara dan dari unsur pemerintah sendiri.
Berdasarkan Kepres No.218 / M / 2001 D TD Presiden RI tanggal 2 Juli 2001 dan tanggal 9 Juli 2001 berlangsung serah terima jabatan direksi Pertamina dengan susunan :
1. Direktur Utama.
2. Direktur Hulu dan Deputi Direktur Hulu.
3. Direktur Hilir :
Deputi Bidang Pemasaran dan Niaga.
Deputi Direktur Pengolahan.
Deputi Direktur Bidang Perkapalan.
4. Direktur Keuangan.
5. Direktur Pengembangan.
6. Direktur Manajemen Production Sharing.
Selain jabatan diatas, ada juga jabatan lain yang dibentuk yaitu :
KADIV BBM : Manajer senior rencana ekonomi dan operasi BBM.
KADIV G&P : Manajer senior rencana ekonomi dan operasi BBM/petrokimia
KADIV Teknik : Manajer senior kehandalan dan jasa operasi
K3/LL : Manajer K3/LL
Keuangan : Manajer keuangan
URS Personalia : Manajer personalia
URS Logistik : Manajer logistik
Dewan Direksi dipimpin oleh seorang direktur utama. Dalam operasinya direktur utama pertamina dibantu oleh enam direktorat dimana setiap direktorat dipimpin oleh seorang Direktur.
Direktorat-direktorat tersebut adalah:
a. Direktorat Ekplorasi dan Produksi
Bertugas mempertahankan dan meningkatkan produksi minyak dan gas bumi, baik untuk menyediakan BBM yang diperlukan didalam negeri, maupun ekspor guna meningkatkan pendapatan negara.
b. Direktorat Pengolahan
Secara kegiatan pengolahan adalah mengusahakan tersedianya produk-produk migas berupa BBM maupun bahan baku, dengan menggunakan perangkat kilang-kilang minyak, gas dan petrokimia yang ada maupun yang akan dibangun dan kemudian mengoperasikannya secara optimal, ekonomis, dan efisien.
c. Direktorat Pembekalan dan Unit Pemasaran (UPMS)
Sasaran kegiatan UPMS adalah meningkatkan kelancaran distribusi produk BBM atau Non BBM untuk kebutuhan dalam negeri dalam jumlah yang cukup, tepat waktu, efektif dan efisien.
d. Direktorat Perkapalan, kebandaraan, dan telekomunikasi
Menyelenggarakan angkutan lalu lintas laut minyak bumi dan produk-produknya untuk mendistribusikan ke seluruh Indonesia
e. Direktorat keuangan
Mengelola keuangan dan pendanaan proyek perusahaan yang dinilai sehat, baik dari segi reabilitas, likuiditas, maupun solvabilitas sehingga mampu mendukung proyek yang akan diadakan.
f. Direktorat Umum
Meningkatkan pembinaan organisasi dan sumber daya menusia. Mengusahakan peningkatan volume penjualan dan perluasan daerah pemasaran dalam negeri. Meningkatkan citra Pertamina di mata masyarakat internasional, dengan mempromosikan iklim usaha yang lebih menarik.
II.7 Struktur organisasi PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai bagian-bagian yang ada di P.T PERTAMINA (Persero) RU II Dumai – Sei. Pakning, maka dirincikan bidang kegiatan sesuai eselon seperti pada bagan struktur organisasi P.T PERTAMINA (Persero) RU II Dumai :
Gambar II.3 Struktur Organisasi PT. Pertamina ( Persero) Refinery Unit II Dumai
Sumber : PT. Pertamina ( Persero) RU II Dumai
II.7.1 Tugas dan fungsi
Refinery Planning and Optimization
Membawahi bagian Refinery Planning, Supply Chain & Optimization, Budget & Performance. Bertanggung jawab kepada pengolahan dan produksi minyak. Perencanaan akan kapasitas produk yang akan dihasilkan bisa berupa perencanaan tahunan, bulanan, maupun harian.
Engineering and Development
Bidang ini mempunyai beberapa tugas-tugas sebagai berikut :
Memberikan saran-saran kepada bagian kilang untuk mendapatkan kondisi operasi yang optimum dari segi unjuk kerja, ekonomis, dan keamanan
Evaluasi kondisi operasi dan bila diperlukan memberikan saran untuk memodifikasi peralatan produksi serta memajukan teknik perbaikan
Evaluasi kondisi operasi unit untuk uji unjuk kerja, perbandingan kondisi operasi sebelum dan sesudah Turn Around (TA)
Memberikan saran pada pemeliharaan system instrumentasi
Melaksanakan studi, modifikasi peralatan atau proses
Bidang ini juga membawahi Bagian Process Engineering.
Process Engineering dibagi lima seksi yaitu :
Seksi Optimasi dan Kesisteman
Seksi Pengembangan
Seksi Proses Kontrol
Seksi Safety & Environmental
Seksi Plant Engineering
Maintenance Execution
Bertanggung jawab terhadap kehandalan peralatan kilang dari sisi enjinering mengenai non proses seperti rotating equipment dan non rotating equipment, seperti :
Mengenai problem yang terjadi pada peralatan operasi
Menganalisa rencana pengembangan pada suatu alat operasi
Maintenance Planning and Support
Bertanggung jawab atas pemeliharaan peralatan produksi, modifikasi peralatan produksi,
Keuangan
Bertugas dan bertanggung jawab atas keuangan perusahaan yang meliputi fungsi administrasi, ke bendaharaan, dan anggaran keuangan minyak dan akuntansi perusahaan.Bidang ini membawahi bagian kontroler, akuntansi kilang dan perbendaharaan.
General Affairs
Bidang ini membawahi bagian hukum dan pertanahan, hubungan pemerintah dan masyarakat, serta bagian sekuriti.
Procurement
Bertugas dan bertanggung jawab terhadap adanya kegiatan penyediaan material suku cadang yang diperlukan operasi perusahaan.Bidang ini membawahi bagian pengadaan, kontrak, fasilitas umum dan marine.
Refinery Unit
Bertugas dan bertanggung jawab atas kegiatan pengolahan minyak menjadi produk-produk kilang. Mulai dari strategi dan pola pengoperasian kilang, pemeliharaan peralatan-peralatan produksi enjinering. Dipimpin oleh seorang manajer kilang dan membawahi bidang-bidang antara lain :
Produksi BBM Sei Pakning
Bertugas dan bertanggung jawab atas operasi kilang RU II Sei Pakning yang dipimpin oleh seorang manajer produksi BBM Sei Pakning
Unit Produksi Dumai
Bidang ini dibagi menjadi enam bagian yang masing-masing diketuai oleh seorang kepala bagian . Bagian-bagian tersebut antara lain :
Hydro Skimming Complex (HSC)
Bertanggung jawab terhadap operasi unit-unit proses sebagai berikut :
Crude Distillation Unit (CDU)
Platforming I (Existing)
Naptha Rerunt Unit (NRU)
Platforming II / CCR
Naptha Hydrotreating Unit (NHDT)
Hydro Cracker Complex (HCC)
Bertanggung jawab terhadap unit-unit proses berikut :
Hydrocracker Unibon
Hydrogen Plant
Amine LPG Recovery
Sour Water Stripper
Nitrogen Plant
Heavy Oil Complex (HOC)
Bertanggung jawab terhadap unit-unit proses sebagai berikut:
High Vacum Unit
Delayed Coking Unit Zx
Distillate Hydrotreating Unit
Coke Calcining Unit
Utilities
Bertanggung jawab terhadap unit-unit penunjang operasi kilang meliputi :
Unit Penjernihan Air (Water Treatment Plant)
Unit Penyediaan Uap (Boiler Plant)
Unit Air Pendingin (Cooling Water Plant)
Unit Penyediaan Udara Bertekanan
Unit Penyediaan Fuel
Unit Penyediaan Power
Oil Movement
Berfungsi sebagai penunjang operasi kilang untuk kegiatan penampungan produk dan pengapalan (distribusi) . Dalam pelaksanaannya dibagi menjadi tiga bagian :
Tank Yard
Kegiatan ini operasinya meliputi :
Menerima dan mempersiapkan crude oil dari PT. CPI untuk bahan baku
Menyediakan flushing oil untuk keperluan start up
Menerima dan mengirim produk intermediate dan produk akhir
Mengatur pergerakan minyak
Menyediakan fuel oil untuk keperluan operasi
Menerima dan mengolah kembali ballast dari kapal
Pengolahan limbah
Kapasitas tangki yang ada di tank yard yaitu :
Crude oil sebanyak enam buah dengan kapasitas masing-masing 20967 KL
Intermediate and Finished product sebanyak 54 buah.
Tangki LPG sebanyak empat buah dengan kapasitas.
Loading and Unloading
Kegiatan ini operasinya adalah sebagai berikut :
Pengiriman dan pengapalan minyak dari tangki ke kapal
Menerima pengiriman minyak dari kapal ke tangki
Pengiriman fuel oil ke kilang dan utilitas
Menerima slop oil dan ballast dari kapal
Fasilitas darat dalam menerima minyak dari PT. Chevron.
Blending Part
Merupakan fasilitas pencampuran beberapa komponen hasil minyak untuk mendapatkan produk jadi, antara lain :
Premium dari naptha dan komponen mogas (Plat Format)
Diesel dari LVGO, LGO, HGO, Kerosene, DHDT
Laboratorium
Tugas utamanya adalah sebagai berikut :
Quality Control (QC)
Quality Insurance
Feed intermediate product
Feed finished product (contoh : pengapalan)
Laboratorium dikilang menggunakan parameter-parameter penguji, peralatan uji terdiri dari 2 bagian yaitu konvensional terdiri dari gravity dan titrimetry, dan instrumental terdiri dari AAS, GC, spektro, dan potensiograf.
Parameter-parameter pengujinya khusus untuk :
Avtur
Premium
Kerosene
Air minum
Solar
LPG
Coke
Air limbah
HR Area / Business Partner
Bidang ini membawahi bagian penggajian dan benefit, perencanaan dan pengembangan, hubungan industrial dan kesejahteraan, organisasi dan prosedur, serta kesehatan. SDM tugasnya antara lain mengembangkan potensi karyawan dengan mengadakan kursus, pelatihan, dan perencanaan pekerjaan.
Informasi dan Telekomunikasi RU II Dumai
Membawahi bagian operasi telekomunikasi dan jaringan serta pengembangan informasi
Health Safety Environment (HSE)
Dalam melaksanakan tugasnya HSE dibagi menjadi empat seksi yaitu:
Safety Section
Fire and Insurance Section
Occupational Health Section
Environmental Section
II.8. Proses Pengolahan Kilang Minyak Dumai
Kilang minyak PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II merupakan salah satu dari enam kilang yang beroperasi, dengan mengolah minyak mentah (crude) Minas 80% , Duri 15%, dan Mudi Crude 5% dari total Minas dan Duri yang disuplai oleh PT. Chevron yang kapasitas 130 MBSD. Dalam operasi pengolahan Refinery Unit (RU) II terdiri dari unit-unit produksi untuk pengolahan yang menghasilkan produk-produk premium, kerosene, JP-5, avtur, ADO, LSWR, Green coke, naptha, dan LPG .
Dalam pengoperasian pengolahan, PT. Pertamina (Persero) RU II membagi menjadi tiga kompleks, yaitu :
HSC (Hydro Skimming Complex)
HCC (Hydro Cracking Complex)
HOC (Heavy Oil Complex)`
II.8.1 Hydro Skimming Complex
Hydro skimming complex (HSC) meliputi kilang lama (existing plant) dan kilang baru (new plant). HSC terdiri dari pengolahan tingkat pertama (primary process) dan pengolahan tingkat kedua (secondary process).
Unit-unit diarea HSC adalah :
Crude Distillation Unit (CDU) / Topping Unit (Unit 100)
Gasoline Plant 1, yaitu :
Naptha Rerun Unit (NRU) Unit 102
Hydrobon Platforming Unit (PL-1) Unit 301
Gasoline Plant II , yaitu :
Naptha Hydrotreater Unit (NHDT) Unit 200
Continous Catalyst Regeneration (CCR) Unit 310-Platforming II (PL-II) Unit 300
II.8.1.1. Crude Distillation Unit (CDU) 100
Fungsi utama dari Crude Distillation Unit yaitu mendapatkan fraksi-fraksi yang terkandung dalam minyak mentah dengan cara destilasi atmosferik. Crude Distillation Unit Pertamina RU II Dumai dirancang untuk mengolah minyak mentah dari Minas dan Duri yang dikirim dari sumur-sumur PT.Chevron Pasifik Indonesia melalui sistem perpipaan. Saat ini unit distilasi beroperasi dengan kapasitas 110.000 barrel/hari. Produk yang dihasilkan unit ini adalah :
Gas, ke fuel gas system atau dibuang ke flare
Straight Run Naptha (SNR), diolah lebih lanjut di NRU sebagai bahan utama dari premium
Kerosene, langsung sebagai produk jadi
Light Gas Oil (LGO), sebagai komponen blending ADO
Heavy Gas Oil (HGO), sebagai komponen blending ADO
Long Residu, sebagian besar menjadi umpan (feed) distilasi vakum
II.8.1.2 Naptha Rerun Unit (NRU) 102
Fungsi utama dari Naptha Rerun Unit adalah memisahkan umpan Naptha menjadi Naptha berat (Heavy Naptha) dan ringan (Light Naptha) dengan kapasitas 9200 BPSD (60m3/jam), produk yang dihasilkan yaitu :
Gas yang dimanfaatkan untuk fuel gas atau dibakar ke flare
Light Naptha sebagai komponen blending premium yang sudah siap dipasarkan
Heavy Naptha yang kemudian ditreat dan diolah di PL-1 menjadi Reformat atau High Octane Mogas Component (HOMC)
II.8.1.3 Hydrobon dan Platforming (PL-1) Unit 301
Heavy Naptha yang dihasilkan Naptha Rerun Unit masuk sebagai umpan dalam unit Hydrobon kemudian disalurkan ke PL-1. Produk yang dihasilkan dari Unit 301 :
Gas sebagai umpan Hydrogen Plant dan fuel gas system
LPG
Reformat atau High Octane Mogas Component (HOMC) sebagai komponen mogas untuk diblending menjadi premium
II.8.1.4 Naptha Hydrotreating Unit 200 (NHDT)
Tujuan utama dari proses ini adalah untuk menurunkan kandungan sulfur dan nitrogen dalam naptha yang akan dipakai sebagai umpan pada unit platforming sampai masing-masing kurang dari 0,5 ppm, agar tidak meracuni katalis bimetalnya . Umpan naptha dari unit ini, berasal dari Straight Run Naptha (SRN) dari CDU. Heavy naptha HC unibon serta crack naptha dari DCU dengan kapasitas 10.100 BPSD (70.0m3/jam) dan menghasilkan produk naptha berat yang sudah mengalami treating artinya sudah bebas dari bahan yang bisa merusak atau meracuni katalis. Produk yang dihasilkan yaitu :
Gas, dimanfaatkan untuk fuel gas
Light Naptha, sebagai Low Octane Mogas Component
Heavy Naptha, sebagai umpan CCR-Platforming unit
II.8.1.5 Platforming Unit 300
Unit Platforming dirancang untuk mengolah Treated Naptha yang mempunyai rangka oktan rendah menjadi tinggi dengan kapasitas 8.800 BPSD (58.73 m3/jam). Unit platforming terdiri dari unit :
Proses Reaktor
Katalis yang dipakai adalah bimetalic UOP R-134 dan Alumina Oksida sebagai carrier (pembawa).Didalam seksi ini boleh dikatakan hanya terjadi reaksi sesuai dengan komponen umpan, yang terdiri dari campuran paraffin, napthein, aromatic, dan olefin. Selama ini operasi normal, katalis akan menurun aktivitasnya karena terbentuk kokas dipermukaan katalis. Kokas dapat dibakar atau dihilangkan dengan proses regenerasi.
Proses Stabilizer
Fungsinya untuk menstabilkan produk platformat yang labil karena masih mengandung LPG, dengan proses distilasi bertekanan tinggi
II.8.2 Hydro cracking complex (HCC)
Hydrocracking complex merupakan salah satu proyek perluasan kilang Pertamina RU II Dumai. HCC dirancang oleh Universal Oil Product (UOP), unit-unit yang terdapat dalam HCC yaitu :
Hydrogen Plant Unit (Unit 701/702)
Amine dan LPG Recovery Unit (Unit 410)
Hydrocracker Unibon Unit (Unit 211/212)
Sour Water Stripper Unit (Unit 840)
Nitrogen Plant Unit (Unit 300)
Fuel Gas System Unit (Unit 920)
II.8.2.1 Hydrogen Plant Unit (Unit 701/702)
Hydrogen Plant dibangun dengan tujuan untuk menghasilkan gas hidrogen yang akan digunakan di Hydrocracker Unibon. Hydrogen yang dihasilkan memiliki kemurnian 97-99%.
Umpan yang diolah berasal dari :
Gas, dari amine LPG recovery dimana gas tersebut berasal dari Platforming Unit I dan Platforming Unit II.
HC Unibon
Tahapan reaksi yang terjadi di Hydrogen Plant adalah sebagai berikut :
Desulfurisasi
Steam Reforming
Shift Conversion
Absorbsi CO2
Metanasi
II.8.2.2 Amine & LPG Recovery 410
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan senyawa sulfur dari gas dan LPG yang dihasilkan dari unit-unit lain untuk mencegah terjadinya keracunan pada katalis di hydrogen plant serta mencegah terjadinya korosi ditangki LPG. Serta untuk mendapatkan produk LPG dengan kadar propane dan butane. Amine dan LPG Recovery menggunakan proses absorbsi dan stripping sebagai metode penghilangan H2S. Absorban yang digunakan adalah larutan MEA (Monoetanolamin).Pemilihan larutan tersebut berdasarkan kemampuan afinitas MEA yang tinggi terhadap H2S serta pelarutan terhadap Hydrocarbon yang rendah. Produk yang dihasilkan off gas sebesar 497.200Nm3/jam dengan umpan sebagai berikut :
Gas, LPG dari HC Unibon Unit 211/212
LPG dari CCR-Platforming Unit 310/300
Gas dari Naptha Hydrotreater Unit 200
II.8.2.3 Hydrocracker Unibon Unit 211/212
Fungsi dari unit ini adalah untuk merengkah hidrokarbon yang mempunyai rantai molekul panjang menjadi hydrocarbon yang mempunyai rantai molekul pendek yang mempunyai berat molekul ringan dengan bantuan gas hydrogen dan katalis. Umpan HC Unibon ini adalah :
Heavy Vacum Gas Oil (HVGO) dari high vacum distillation unit\
Heavy Coker Gas Oil (HCGO) dari delayed coking unit
HC Unibon terdiri dari unit dengan kapasitas total 56.000 barrel /hari. Dimana reaksi berlangsung pada temperatur 415-4500C dan tekanan 176 kg/cm2 menggunakan katalis DHC yang merupakan silica alumina amorf sebagai base metal dengan kombinasi Ni, MO, dan Tu. Dimana Katalis berfungsi sebagai:
Pemecah Hydrocarbon panjang
Hydrogenerasi senyawa hydrocarbon tak jenuh sebagai hasil perengkahan dan molekul lainnya yang terdapat dalam umpan
Pemisahan produk dilakukan dengan cara fraksinasi berdasarkan titik didih tiap produk. Reaksi samping yang menyertai reaksi hydrocracking adalah :
Nitrogen removal
Sulfur removal
Oxygen removal
Halide removal
Metal removal
Produk yang dihasilkan unit ini adalah :
LPG
Light Naptha, sebagai pencampuran mogas dan fuel oil di burner H2 plant
Heavy Naptha, sebagai umpan NHDT
Light Kerosene (Komponen Avtur JP – 5)
Heavy Kerosene (Komponen Avtur JP – 5)
Diesel
Bottom residu
II.8.2.4 Sour Water Stripper/ SWS Unit 840
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan polutan air buangan yang berasal dari unit-unit lain (H2S dan Amonia). Unit ini mampu menghilangkan 97% H2S dan 90% amonia dari feed dengan kapasitas pengolahan 10.300 barrel/hari. Proses yang terjadi adalah pemanasan dalam kolom sampai 1100C serta pencucian dengan soda kaustik untuk menghilangkan senyawa-senyawa seperti H2S dan NH3, yang terlepas kemudian dibakar, sedangkan air digunakan lagi sebagai desalter water di vacum unit.
II.8.2.5 Nitrogen Plant Unit
Unit ini berfungsi sebagai penghasil nitrogen yang diperlukan untuk Start Up, Shut Down unit-unit proses, regenerasi katalis, dan media blanketing tangki-tangki. N2 plant ini memiliki kapasitas pengolahan 12.000 Nm3/hari.
II.8.3 Heavy Oil Complex (HOC)
HOC terdiri dari 4 unit operasi, yaitu :
High Vacum Unit (HVU) Unit 110
Delayed Coking Unit (DCU) Unit 140
Distillate Hydrotreating Unit (DHUT) Unit 220
Coke Calciner Unit dan Waste Heat Boiler (WHB) Unit 170
Gambar II.4 Unit operasi H.O.C (Heavy Oil Complex)
Sumber : PT.Pertamina (Persero) RU II Dumai
II.8.3.1 High Vacum Unit (HVU)
Unit ini berkapasitas 52.900 BPSD, HVU berfungsi memisahkan umpan yang berupa 70% long residu dari topping unit dan 30% dari CDU Sei Pakning menjadi tiga fraksi berdasarkan perbedaan titik didih nya, yaitu :
LVGO (Light Vacum Gas Oil) sebagai komponen ADO
HVGO (Heavy Vacum Gas Oil) sebagai umpan hydrocracker
Short Residu sebagai umpan DCU (Delayed Coking Unit)
II.8.3.2 Delayed Coking Unit (DCU)
Unit ini berkapasitas 35.200 BPSD. Delayed Coking Unit diadakan untuk mengolah vacum bottom (HVU) menjadi fraksi-fraksi minyak yang lebih ringan dengan cara thermal cracking. Dalam thermal cracking terjadi perengkahan-perengkahan hydrocarbon berat menjadi hydrocarbon rantai pendek pada temperatur tinggi 5000C. Padatan kokas (coke) terbentuk dari reaksi polimerisasi rantai karbon sebagai reaksi samping dari proses endotermik bersuhu tinggi.
Short residu yang sudah dipanaskan terpisah menjadi fraksi-fraksi dikolom fraksinator. Produk yang dihasilkan dari unit ini terdiri dari gas LPG, Cracked Naptha, LCGO (Light Coker Gas Oil), HCGO (Heavy Coker Gas Oil), dan coke. Bottom fraksinasi dipanaskan dalam dapur bersuhu 5000C, kemudian dimasukkan kedalam coke chamber.
II.8.3.3 Distillate Hydrotreating Unit (DHDT)
Unit ini berkapasitas 12.000 barrel/hari dengan fungsi mengelola LCGO menjadi kerosene secara hydrotreating catalytic untuk menjenuhkan material hasil cracking yang tidak stabil dan membuang impuritis seperti sulfur dan nitrogen. Katalis yang dipergunakan yaitu : TOPSOE type tk-537 dan tk-437 (Ni-M)). Campuran hasil reaksi dipisahkan dikolom stripper dan spliter.
II.8.3.4 Coke Calciner Unit dan Waste Heat Boiler (WHB)
Unit ini berkapasitas 1.344 ton/hari dengan fungsi mengkalsinasi green coke menjadi calcined coke menggunakan suatu calsiner rotary kiln, rotary cooler, serta peralatan pembantu. Green coke dipanaskan pada temperatur 1.2500C menggunakan calciner rotary kiln untuk menghilangkan semua zat volatile dan air.Rotary cooler dengan kemiringan tertentu digunakan untuk mendinginkan coke panas.
Gambar II.5 Diagram Alir Proses Produksi di PT. Pertamina RU II Dumai
Sumber : PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai
II.8.4 Utilities
Utilities adalah unit yang bertugas untuk menyiapkan suplai energi baik listrik, steam maupun udara bertekanan dan fasilitas air sesuai jumlah yang dibutuhkan oleh kilang.
II.8.4.1 Treated Water
Treated Water berfungsi sebagai :
Air pendingin
Air umpan boiler
Air minum
II.8.4.2 Pengadaan Steam
Pengadaan steam berfungsi sebagai berikut :
Dalam proses distilasi minyak bumi untuk membantu pemanasan dalam fraksinasi tower stripper,
Sebagai penggerak turbin, kompresor dan pompa turbin,
Untuk steam trace dan steam coil,
Alat pemadam kebakaran
II.8.4.3 Udara yang bertekanan
Udara yang bertekanan berfungsi sebagai :
Udara instrument untuk menggerakkan instrument pengontrol
Pembersih alat-alat (terutama di laboratorium)
II.8.4.4 Air laut
Air laut berfungsi sebagai :
Air pendingin pada cooler dan kondensor
Pendingin mesin-mesin dipower plant
Pemadam Kebakaran
II.8.4.5 Unit Air Pendingin
Unit ini berfungsi menampung air yang digunakan untuk air pendingin pada pompa dan kompresor. Air yang digunakan adalah air tawar yang berasal dari WTP new refinery, maka ditampung dalam filtered water pump 925-T-1/T-2, dalam filtered water pump 925-P-1 A/B sebagian air dari tangki tersebut didistribusikan ke cooling tower sebagai make up.
Untuk menghindari jasad renik (misalnya alga atau lumut) dalam cooling tower perlu diinjeksikan klorin.Yang berguna sebagai lapisan film pada dinding pipa, sehingga mencegah terjadi kontak langsung antara air dengan mineral pipa.
II.8.4.6 Unit Penghasil air Umpan Boiler
Air umpan boiler memiliki persyaratan khusus karena dalam air terdapat zat-zat yang dapat membentuk kerak pada tube boiler dan zat-zat korosif. Kerak pada tube boiler disebabkan garam-garam silika bikarbonat dari Ca dan Mg.
Kerak ini akan mengakibatkan over heating sebab menghambat transfer panas. Korosi pada pipa dapat disebabkan adanya gas-gas O2, CO2, dan pH air yang rendah karena itu pH air selalu dijaga netral dan gas-gas dalam BFW dihilangkan dengan cara deaerasi.
Garam-garam mineral yang terlarut dalam air dapat mengakibatkan buih dan carry over.
Maka dihilangkan didalam dua buah vessel yaitu :
Kation vessel, untuk menghilangkan mineral Ca+, Mg+, dan Na+ dengan diikat oleh kation resin.
Anion vessel, untuk menghilangkan mineral CO2, HCO3-, SO4-, OH- dengan diikat oleh anion resin.
Air outlet demineralizer ditampung dalam tangki.Kemudian dari tangki dipompakan ke aerator dengan pompa guna mengurangi kandungan oksigen terlarut. Mula-mula air dilewatkan rashing ring sehingga air akan mengalami bubling dan gas-gas terlarut ditarik dengan steam ejector, air yang dikeluarkan dari aerator perlu diinjeksikan chemical khusus untuk menghilangkan oksigen sisa. Kemudian air yang telah mengalami deaerasi didistribusikan sebagai BFW. Steam yang dihasilkan boiler terdiri dari :
HPS (High Pressure Steam)
MPS (Medium Pressure Steam)
LPS (Low Pressure Steam)
II.8.4.7 Unit Penyediaan Angin (Udara Bertekanan)
Unit ini berfungsi untuk menyediakan udara bertekanan untuk kepentingan :
Unit instrument
Udara yang bertekanan yang dihasilkan oleh kompresor 910-C-1 A/B/C/D masuk kedalam receiver.Udara bertekanan dilewatkan dryer udara dan didistribusikan ke unit-unit yang memerlukan.
Udara Kilang
Dihasilkan oleh kompresor untuk digunakan sebagai pembersih dan flushing pipa-pipa.Didalam unit kompresor juga terdapat cooling water untuk mengatur air pendingin yang dipakai pompa dan kompresor. Untuk menjaga suhu air agar tetap rendah maka dipakai fan (kipas) untuk mendinginkan. Mengingat air pendingin dipakai lagi untuk cooling (sirkulasi).Untuk mencegah korosi pada pipa maka air pendingin diinjeksikan Polycrin Al yang merupakan Korotion Inhibitor.
II.8.4.8 Unit Pengadaan Listrik
Listrik yang digunakan untuk pengoperasian kilang, perumahan, dan kantor oleh pembangkit listrik sebagai berikut :
Untuk keperluan kilang lama (existing)
PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel)
PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas)
Untuk keperluan kilang baru (New Plant)
PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) atau sistem Turbing Generator yang terdiri dari empat engine dengan kapasitas masing-masing 14 MW dan tegangan 11 KV.
Untuk menggerakkan turbin generator dipakai steam dari dua boiler, yaitu :
High pressure steam
Low pressure steam
II.8.4.9 Unit penyediaan Fuel Oil
Fuel Oil digunakan dalam kilang adalah Low Sulfur Waxy Residu (LSWR) yang dihasilkan dari Topping Unit, ditambah dengan Short Residu dan Flux Oil dalam komposisi yang diatasi oleh Spesifikasi Viskositas dan Flast Point Fuel Oil disuplai ke heater-heater maupun boiler
II.9 Penanggulangan Limbah
Penanggulangan limbah berfungsi untuk menjaga mutu lingkungan.Proses-proses yang terjadi dikilang menghasilkan limbah dalam bentuk padat, cair, dan gas.Sebelum dibuang kelingkungan maka limbah diolah terlebih dahulu didalam areal kilang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pemerintah.
Proses-proses pengolahan limbah antara lain yaitu :
Limbah gas
Limbah yang dihasilkan berupa gas Sox Nox hidrokarbon, CO, dan partikel yang berasal dari flare dan gas cerobong. Karena stack atau cerobong di disain dengan ketinggian tertentu agar emisi gas terbuang secara merata dengan radius yang luas.
Limbah cair
Limbah cair yang dominan berupa minyak, sludge sour water. Limbah ini berasal dari proses maupun tumpahan dari proses. Alat yang digunakan untuk menanggulangi limbah antara lain :
Oil separator, yaitu untuk memisahkan minyak yang tercampur air, air yang sudah bebas dari minyak diolah lebih lanjut dengan pengendapan atau sedimen tasc yang kemudian cair dibuang kelaut. Sedangkan minyak (slop oil) dikembalikan kedalam slop tank. Kilang dumai memiliki 3 buah oil separator dengan jenis API (untuk separator I dan II) dan CPI (untuk separator III)
Oil boomer oil skimer, untuk mengumpulkan dan mengisolasi ceceran atau tumpahan minyak dipermukaan laut agar tidak menyebar.
Limbah padat yang dihasilkan berupa lumpur, logam, dan non logam serta katalis. Penanggulangan limbah tersebut dilakukan dengan incenerator dan landfill atau disimpan ditempat penyimpanan khusus.
BAB III
LANDASAN TEORI
III.1 Pengertian dan Sejarah Minyak Bumi
Minyak bumi adalah jenis senyawa hidrokarbon yang terdiri dari unsur-unsur kimia karbon (C), hydrogen (H), sulfur (S), nitrogen (N) dan oksigen (O).
Tidak seperti jenis hidrokarbon yang lain yang dapat dikenali menurut komponen C dan H-nya, komponen minyak bumi lebih dikenali orang berdasarkan titik didihnya atau crude assay-nya.
Hanya beberapa komponen minyak bumi yang dikenali orang berdasarkan komponennya. Contohnya komponen-komponen minyak mentah Sumatra Light Crude (SLC) dan Duri Crude Oil (DCO).
Naphta, kerosene, gas oil (ADO), dan residu digolongkan menurut trayek didihnya, walaupun secara tidak umum dibeda-bedakan menurut jumlah atom karbonnya.
Naphta : C5 – C10
Kerosene : C11 – C15
ADO : C15 – C21
Residue : > C25
Jika dilihat dari ikatan antara atom karbon, komponen minyak bumi dapat mempunyai ikatan atom lurus, bercabang atau melingkar.
Tabel III.1 Komponen SLC dan DCO
Komponen SLC DCO
%wt %wt
H2S - -
CH4 < 0,01 -
C2H4 0,02 -
C3H6 0,12 -
i-C4H8 0,09 -
n-C4H8 0,22 -
i-C5H10 0,24 0,03
n-C5H10 0,31 0,02
Naphta TBP 30 – 149 oC 7,5 2,1
Kerosene TBP 149 – 232 oC 10,35 5,15
Gas oil TBP 232 – 342 oC 19,4 13,5
Residu TBP >342 oC 62,3 79,25
Sumber : PT.Pertamina (Persero) RU II Dumai
III.1.1 Komposisi Minyak Bumi
Minyak mentah atau crude oil adalah cairan coklat kehijauan sampai hitam yang terutama terdiri dari karbon dan hidrogen. Teori yang paling umum digunakan untuk menjelaskan asal-usul minyak bumi adalah “organic source materials”.
Teori ini menyatakan bahwa minyak bumi merupakan produk perubahan secara alami dari zat-zat organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang mengendap selama ribuan sampai jutaan tahun.
Akibat dari pengaruh tekanan, temperatur, kehadiran senyawa logam dan mineral serta letak geologis selama proses perubahan tersebut, maka minyak bumi akan mempunyai komposisi yang berbeda di tempat yang berbeda.
Tabel III.2 Komposisi Elemental Minyak Bumi
Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia
Crude oil terdiri dari atom carbon dan hydrogen yang bergabung membentuk molekul hydrocarbon. Berdasarkan struktur molekuler umum, hydrocarbon dikelompokkan menjadi 4 macam, yaitu paraffin, naphthene, aromatic, dan olefin.
Hidrokarbon merupakan senyawa yang tersusun atas unsur hydrogen dan karbon. Pada minyak bumi, hidrokarbon yang paling sederhana adalah metana (methane / CH4) dan etana (ethane) yang mana keduanya merupakan golongan ikatan karbon alkana.
III.1.1.1 Paraffin
Senyawa paraffin paling simpel adalah methane (CH4). Paraffin juga sering disebut dengan rantai karbon alkana dengan rumus kimia (CnH2n+2).
Biasanya paraffin mempunyai ikatan karbon yang lurus. Contoh senyawa parafin lain adalah ethane (C2H6) atau biasa disebut dry gas, propane (C3H8), butane (C4H10), pentane (C5H12), hexane (C6H14), heptane (C7H16), octane (C8H18) dan seterusnya. Molekul paraffin mempunyai formula standard CnHn+2 dengan n adalah jumlah atom carbon.
Penamaan senyawa parafin mempunyai keunikan, yaitu diberi akhiran “-ane” atau “-ana”.
III.1.1.2 Naphthene
Struktur hidrokarbon jenis ini lebih kompleks daripada struktur hydrocarbon jenis paraffine karena atom carbon tersusun dalam suatu cincin.
Pada umumnya naphtene juga sering disebut dengan ikatan karbon alkana yang membentuk cincin. Contoh struktur hydrocarbon jenis naphthene adalah sebagai berikut :
Gambar III.1 ikatan rantai karbon siklik (nephtane)
Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia
Formula umum dari senyawa naphthene adalah CnH2n dengan n adalah jumlah atom carbon.
III.1.1.3 Aromatis
Senyawa aromatik yang paling sederhana dan yang memiliki boiling point paling rendah adalah benzene (C6H6). Senyawa ini serupa dengan senyawa naphthene dalam hal struktur ring namun berbeda dalam hal jumlah atom hydrogen yang hanya satu yang terikat pada atom carbon (naphthene memiliki 2 atom hidrogen yang terikat pada atom karbon).
Gambar III.2 struktur ikatan karbon aromatis
Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia
III.1.1.4 Olefin
Olefin sangat jarang ditemukan dalam crude oil karena komponen ini merupakan produk dekomposisi dari jenis hydrocarbon lainnya. Olefin juga dikenal dengan ikatan karbon alkena (C2H2n) yang memiliki ikatan rangkap dua. Konsentrasi olefin terbesar ditemukan dalam produk thermal cracking dan catalytic cracking.
Gambar III.3 struktur olefin
Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia
Seperti pemberian nama pada jenis paraffin, penamaan jenis olefin mempunyai keunikan. Jika senyawa memiliki 1 ikatan rangkap disebut dengan akhiran ”-ene” (seperti propene, butene) dan jika senyawa memiliki 2 ikatan rangkap disebut dengan akhiran ”-adiene” (seperti butadiene, propadiene).
III.1.1.5 Senyawa Lain
Selain mengandung senyawa-senyawa hydrocarbon seperti tersebut di atas, crude oil juga mengandung senyawa-senyawa lain dalam jumlah kecil yang dikelompokkan sebagai impurities, seperti sebagai berikut :
Salts/Garam
Senyawa garam yang paling banyak adalah senyawa chloride, seperti sodium chloride, magnesium chloride, dan calcium chloride. Senyawa garam ini dapat membentuk asam yang dapat menimbulkan korosi pada bagian atas kolom CDU. Senyawa garam juga bisa menyebabkan plugging pada peralatan seperti heat exchanger dan tray kolom fraksinasi.
Senyawa sulfur
Jika sulfur content suatu crude tinggi disebut ”sour crude”. Senyawa sulfur yang paling ringan adalah hydrogen sulfide (H2S) yang selain korosif juga merupakan deadly gas. Senyawa lain adalah mercaptan yang merupakan nama umum untuk paraffinic hydrocarbon yang satu atom hydrogennya diganti dengan radikal –SH. Senyawa sulfur lainnya mempunyai struktur ring olefin dan biasanya diberi nama depan “thio”.
Gambar III.4 sulfur pada ikatan hidrokarbon
Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia
d. Metal
Jenis metal yang biasa ditemukan di crude oil adalah arsenic, lead (timbal), vanadium, nikel, dan besi. Sebagian besar metal dalam umpan CDU akan keluar bersama atmospheric residue. Arsenic dan lead merupakan racun paling mematikan dari katalis unit catalytic reforming, sedangkan vanadium, nikel, dan besi akan mendeaktivasi katalis catalytic cracking.
Sand, Mineral Matter and Water
Senyawa-senyawa ini dikelompokkan bersama sebagai Base Sediment and Water (BS&W), dan biasanya berjumlah kurang dari 0,5 %wt total crude.
III.2 Sifat-sifat Minyak Bumi
Minyak bumi juga dapat dikenali dengan sifat-sifat (spesifikasi) berikut.
III.2. 1 Sg dan API Gravity
Spesifikasi gravity adalah perbandingan densitas minyak dibanding dengan densitas air pada temperature 4 oC.
(3.1)
Karena densitas air pada 4 oC adalah satu, maka beberapa orang menganggap nilai Sg sama dengan densitas. Kadang-kadang orang menggunakan temperatur lain misalnya Sg (15/15 oC), Sg (60/60 oC) dan sebagainya
Khusus untuk minyak, American Petroleum Institute (API) mempunyai cara tersendiri untuk menyatakan Sg, yakni menggunakan API gravity yang diturunkan dari Sg dengan rumus :
(3.2)
Contoh : minyak SLC Sg = 0,8485 API = 35,2
Minyak Duri Sg = 0,9270 API = 21,1
III.2.2 Distilasi
Sifat minyak bumi dan fraksi minyak bumi dikenali melalui rentang titik didihnya. Tidak seperti air yang hanya mempunyai satu titik didihnya yaitu 100 oC, maka minyak mempunyai trayek didih tertentu. Analis distilasi di laboratorium yang biasa dilakukan adalah menggunakan dua cara:
a. Distilasi ASTM D-86 : Distilasi Tekanan Atmosferik.
b. Distilasi ASTM D-1180 : Distilasi Tekanan Vakum.
Tabel III.3 Distilasi ASTM naphta dan kerosene
Naphta kerosene
Sg 0,7057 0,7874
API 69,0 48,2
Dist ASTM D-86
% vol recovery oC oC
IBP 38 150
5 % 57 164
10 % 67 169
20 % 79 176
30 % 88 183
40 % 95 190
50 % 100 199
60 % 105 208
70 % 110 217
80 % 116 227
90 % 122 237
95 % 128 244
EP 154 259
Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia
Spesifikasi minyak yang digunakan orang, misalnya bensin, kerosene, dan solar dibatasi dengan end point (EP) distilasi. Bensin dibatasi dengan EP = 210 oC, kerosene = 300 oC dan solar dengan EP = 390 oC. Karena crude oil hanya mempunyai sedikit fraksi dengan EP < 390 oC, maka untuk mendapatkan hasil yang banyak crude harus mengalami pengolahan lebih lanjut dengan proses konversi.
III.3 Pengolahan Minyak Bumi
Kilang minyak bumi berfungsi untuk mengubah crude oil (minyak mentah) menjadi produk jadi seperti Liquid Petroleum Gas/LPG, gasoline, kerosene, diesel, fuel oil, lube base oil, dan coke. Secara umum teknologi proses kilang minyak bumi dikelompokkan menjadi 3 macam proses, yaitu :
1. Primary Processing
Unit-unit yang dikelompokkan ke dalam primary processing adalah unit-unit yang hanya melibatkan peristiwa fisis, yaitu distilasi. Proses distilasi adalah proses pemisahan komponen-komponen minyak bumi berdasarkan perbedaan titik didihnya. Primary processing terdiri dari Crude Distillation Unit/CDU dan Vacuum Distillation Unit/VDU.
2. Secondary Processing
Unit-unit yang dikelompokkan ke dalam secondary processing adalah unit-unit yang melibatkan reaksi kimia. Secondary processing terdiri dari Hydrotreating process, Catalytic Reforming/Platforming process, Hydrocracking process, Fluid Catalytic Cracking/Residual Catalytic Cracking/Residual Fluid Catalytic Cracking/High Olefine Fluid Catalytic Cracking, Hydrogen Production Unit/HPU, Delayed Coking Unit/DCU, dan Visbraking.
3. Recovery Processing
Unit-unit yang dikelompokkan ke dalam recovery processing adalah unit-unit yang bertujuan untuk memperoleh kembali minyak yang diproduksi atau chemical yang digunakan di unit-unit primary dan secondary processing atau untuk mengolah limbah cair atau gas sebelum dibuang ke laut atau udara luar/lingkungan sekitar. Recovery processing terdiri dari Amine unit, Sour Water Stripping Unit, dan Sulphur Recovery Unit.
Disamping itu, proses minyak bumi juga dapat digolongkan menjadi enam proses penting yaitu:
Persiapan (penghilangan garam-garam)
Penyulingan (distilasi/pemisahan fisik)
Konversi perengkahan (thermal dan catalytic cracking)
Konversi reforming
Pemurnian (hydrotreating)
Pencampuran (blending)
III.3.1 Proses Persiapan
Sebelum crude oil mengalami proses penyulingan dan konversi, crude oil mengalami proses berikut:
Desalting : untuk mengurangi kadar garam (NaCl, MgCl2,dll) di dalam crude. Desalting dapat dilakukan di kilang maupun di tempat eksplorasi. Garam-garam di crude dapat menyebabkan korosi pada peralatan proses kilang.
Pengendapan : dugunakan untuk memisahkan air dari crude. Air dari crude dapat menyebabkan ketidakstabilan proses distilasi pada kolom distilasi.
III.3.2 Proses Distilasi
Proses distilasi adalah proses pemisahan komponen-komponen suatu campuran larutan berdasarkan perbedaan titik didih atau trayek didih (boiling range) masing-masing komponen tersebut.
Hal-hal yang mempengaruhi proses distilasi dari beberapa komponen di dalam suatu campuran larutan antara lain adalah:
• perbedaan tekanan uap dari masing-masing komponen yang akan dipisahkan.
• kesetimbangan panas dan massa antara fase uap dengan cairan dari masing masing komponen yang akan dipisahkan.
Proses distilasi pada umumnya mencakup beberapa tahapan proses antara lain; proses pemanasan, proses pemisahan, proses penguapan, dan proses pengembunan.
Proses Pemanasan
Proses pemanasan bertujuan untuk menaikkan temperature komponen yang akan dipisahkan dari campuran larutan sampai tercapai titik didihnya yang selanjutnya akan dipisahkan di dalam suatu bejana. Proses pemanasan di kilang pengolahan minyak bumi umumnya menggunakan peralatan seperti ; Heat Exchanger,preheater,dan furnace.
2. Proses Pemisahan
Proses pemisahan ini merupakan inti dari proses distilasi yang terjadi berdasarkan perbedaan trayek didih atau titik didih dari masing-masing komponen didalam campuran larutan.Umumnya proses distilasi dikilang pengolahan minyak bumi menggunakan kolom distilasi yang dirancang sesuai dengan variable proses yang diinginkan serta komposisi umpan kolom tersebut.
3. Proses Penguapan dan Pengembunan
Proses penguapan dan pengembunan adalah proses akhir dari suatu proses distilasi.Dalam proses ini,kesetimbangan panas dan massa masing-maisng komponen dijaga.Untuk proses penguapan dapat diatur melalui temperatur keluaran heater atau reboiler,sedangkan untuk proses pengembunan dapat diatur melalui kondensor dan reflux.
4. Kesetimbangan uap dan cairan
Pada proses pemisahan yang menggunakan kolom distilasi pemindahan panas dan massa terjadi pada suatu system memanfaatkan kesetimbangan fase.Cairan dan uap yang tidak berada dalam keadaan yang setimbang dikontakkan maka terjadi perpindahan panas dan massa,sehingga cairan dan uap yang dikontakkan berada dalam keadaan yang mendekati keadaan kesetimbangan. Dengan demikian, uap yang meninggalkan suatu system akan lebih banyak mengandung komponen volatil dari uap masuk.Sebaliknya cairan yang meninggalkan system tersebut akan mengandung lebih sedikit komponen volotil daripada cairan masuk.Bila proses ini dilakukan secara berkelanjutan dalam beberapa system,maka pada akhirnya akan diperoleh derajat pemisahan yang tinggi.
III.3.2.1 Jenis-Jenis Proses Distilasi Minyak Bumi
Proses distilasi minyak bumi dibagi menjadi tiga,antara lain:
Dstilasi atmosferik adalah proses distilasi yang dilakukan pada tekanan atmosfer.
Distilasi vakum adalah proses distilasi yang dilakukan pada tekanan vakum untuk menurunkan titik didih masing-masing komponen minyak bumi.
Distilasi bertekanan adalah proses distilasi yang dilakukan pada tekanan atas atmosfer. Pada umumnya distilasi bertekanan digunakan untuk memisahkan fraksi ringan yang memiliki rentang titik didih yang memisahkannya.
III.3.2.2 Proses Perengkahan
Telah disebutkan terdahulu bahwa minyak jadi (misalnya : bensin, kerosene, dan solar) dibatasi EP-nya, atau secara terstruktur kimia dibatasi oleh jumlah atom C-nya. Karena secara alami minyak bumi hanya mempunyai komponen dengan EP < 345 oC maka proses konversi (proses sekunder) harus digunakan untuk memotong-motong produk bawah distilasi atmosferik menjadi produk BBM.
Proses konversi dilakukan dengan perengkahan (cracking). Ada dua jenis cracking yang dapat dilakukan yakni:
Catalytic cracking.
Thermal cracking.
Catalytic cracking akan merengkah fraksi minyak bumi yag mempunyai rantai panjang menjadi minyak bumi yang mempunyai rantai lebih pendek dengan bantuan tekanan, temperatur dan katalis. Contoh proses ini yaitu:
Hydrocracker (HCU) : yang mengolah HVGO (BP = 280 – 585 oC) menjadi LPG, naphta, kerosene, dan diesel. Ada di kilang Dumai dan Balikpapan.
Fluid Catalytic Cracking (FCC) : mengolah HVGO menjadi LPG, gasoline, dan diesel. Ada di kilang Plaju.
Residue Catalytic Cracking (RCC) : mngolah long residue menjadi LPG, gasoline, diesel, dan slurry oil. Ada di kilang Balongan.
Thermal cracking akan merengkah fraksi minyak bumi yang bisanya sangat panjang menjadi minyak bumi yang mempunyai rantai lebih pendek-pendek dan menghasilkan cokes. Proses ini meliputi:
Delayed Coker Unit (DCU) : mengolah short residue menjadi lpg, naphta, kero, dan diesel. Ada di kilang Dumai.
Visbreaker : mengolah short residue menjadi naphta dan fuel oil. Ada di kilang Cilacap.
III.3.2.3 Proses Reforming (Platforming / Isomerisasi)
Proses isomerisasi adalah proses perubahan struktur molekul kimia minyak bumi guna mendapatkan kualitas lain yang dikehendaki.
Contoh : komponen utama bensin yakni HOMC (High Octane Mogas Component) adalah naphta yang telah dikonversi dengan proses platforming sehingga bilangan oktana naik 54 menjadi 90-95 bahlan 100. Bensin dengan spesifikasi bilangan oktana 88 tidak dapat langsung dihasilkan dari naphta saja, walaupun rentang BP memenuhi, karena bilangan oktana tidak dapat memenuhi spesifikasi.
III.3.2.4 Proses Pemurnian
Ada dua fungsi pemurnian yaitu:
Untuk menghilangkan senyawa-senyawa pengotor dalam minyak hingga siap untuk diproses pada unit selanjutnya. Misalnya : Hydrobon dan naphta hydrotreater.
Untuk menghilangkan senyawa-senyawa pengotor dalam minyak hingga minyak dapat dijual sesuai dengan spesifikasi pemasaran. Contoh : caustic washing.
III.3.2.5 Blending
Minyak yang dijual di pasar bukan dihasilkan dari suatu stream proses saja, melainkan dari berbagai campuran stream proses yang diformulakan sedemikian rupa sehingga spesifikasi campuran sesuai atau cocok dengan spesifikasi pemasaran.
III.4 Pengertian Premium / Gasoline
Petrol (biasa disebut gasoline di Amerika Serikat dan Kanada; di Indonesia biasa disebut bensin) adalah cairan campuran yang berasal dari minyak bumi dan sebagian besar tersusun dari hidrokarbon serta digunakan sebagai bahan bakar dalam mesin pembakaran dalam. Istilah gasoline banyak digunakan dalam industri minyak, bahkan dalam perusahaan bukan Amerika. Kadangkala istilah mogas (kependekan dari motor gasoline, digunakan mobil) digunakan untuk membedakannya dengan avgas, gasoline yang digunakan oleh pesawat terbang ringan.
Karena merupakan campuran berbagai bahan, daya bakar bensin berbeda-beda menurut komposisinya. Ukuran daya bakar ini dapat dilihat dari bilangan oktan setiap campuran. Di Indonesia, bensin diperdagangkan dalam dua kelompok besar: campuran standar, disebut premium, dan bensin super.
III.4.1 Jenis-jenis Premium /Gasoline
Pada umumnya gasoline dibagi atas 2 jenis yaitu:
LOMC (low octane mogas component)
Merupakan gasoline dengan angka oktan rendah berkisar antara 50 – 60.
Misalnya : straight run naphta, light naphta dan heavy naphta.
HOMC (high octane mogas component)
Merupakan gasoline yang mempunyai angka oktan yang tinggi berkisar antara 90 – 95 bahkan mencapai 100.
Misalnya : reformate
III.4.2 Sejarah Gasoline
Pada akhir abad 19, fuel yang paling baik untuk mobil adalah hasil distilat dari batubara dan fraksi ringan dari distilasi crude oil. Kemudian pada awal abad 20, mulai berdiri beberapa perusahaan minyak yang menghasilkan gasoline dari petroleum dengan distilasi sederhana. Tetapi perkembangan teknologi mesin mobil yang pesat membuat kebutuhan akan fuel yang berkualitas juga meningkat. Pada tahun 1910, hukum di AS melarang penyimpanan gasoline di rumah tinggal, hingga memicu beberapa percobaan penggunaan kerosene sebagai fuel mobil. Pada saat itu disadari bahwa penggunaan kerosene menimbulkan detonasi pada mesin dan menyebabkan retaknya cylinder head dan piston. Selanjutnya ditemukan adanya pemakaian aditif anti knock TEL untuk gasoline. Pada masa itu (1920-an) ON gasoline rata 40 - 60.
Karena adanya sulfur pada gasoline memperlambat daya kerja alkyl lead, maka kadar sulfur pada gasoline yang dihasilkan dari thermal cracking dibatasi. Pada sekitar 1930-an, diketahui bahwa molekul hidrokarbon terbesar pada gasoline (fraksi kerosene) memiliki pengaruh besar terhadap ON gasoline, sehingga selanjutnya ditetapkan spesifikasinya. Pada sekitaran 1940 teknologi catalytic cracking mulai diterapkan pada industri perminyakan, dan kualitas gasoline mulai merata antar produser. Tahun 1950 adalah dimulainya implementasi teknologi ratio kompresi pada mesin, sehingga menuntut gasoline dengan ON yang lebih tinggi yang memicu peningkatan pemakaian lead dan vapor pressure dan sebaliknya penurunan kadar sulfur dan olefin. Perkembangan kualitas gasoline tidak terlalu banyak hingga sekitar 1970-an mulai dipermasalahkan potensi bahaya lead terhadap manusia. Pada masa itu, unleaded fuel mulai diperkenalkan berikut pemakaian exhaust catalyst pada kendaraan untuk mencegah emisi gas buang ke lingkungan. Hingga 1990, pemakaian lead mulai menurun drastis pada sejumlah negara. Kualitas gasoline mulai mengarah pada meningkatnya kadar aromatik. Pada tahun ini, AS menetapkan perubahan komposisi gasoline secara drastis, yaitu penurunan nilai vapor pressure dan meninggikan level oxygenate. Penetapan komposisi ini terus makin diperketat hingga saat ini. Penggunaan pemakaian unleaded gasoline terus berkembang di seluruh dunia, tetapi pada beberapa negara kompensasi unleaded mengakibatkan tingginya kandungan aromatik (hingga 50%) dalam rangka meningkatkan ON.
III.5 Parameter pada Gasoline
III.5.1 Vapor Pressure
Vapor pressure atau tekanan uap adalah salah satu parameter gasoline yang penting dalam menunjang driveability (kenyamanan mengendara). Tekanan uap yang rendah akan menyebabkan mesin membutuhkan waktu lama (diengkol berkali-kali) untuk menyala. Bila nilainya sangat rendah sekali, mesin tersebut akan tidak menyala sama sekali. Kondisi ini berlaku untuk mobil dengan sistim karburator, tetapi bila mobil dilengkapi dengan sistim injection port maka tidak akan bermasalah dengan rendahnya tekanan uap gasoline.
Tekanan uap yang terlalu tinggi juga tidak terlalu baik untuk sistim pengaliran fuel karena dapat terjadi vapor lock dan hot fuel handling problem. Permasalahan vapor lock dan hot fuel handling terjadi bilamana adanya akumulasi uap gasoline berlebihan pada system fuel (pompa, karburator, atau injektor) sehingga mengurangi atau menghambat aliran suplai fuel ke mesin. Jika suplai fuel terganggu maka ratio udara terhadap fuel menjadi fuel lean yang menghasilkan mesin kehilangan tenaga, tersendat (surging) atau nembak (backfiring). Jika suplai fuel ke mesin terputus sama sekali, maka mesin akan mati dan akan sulit dinyalakan kembali sampai sistim fuel menjadi dingin dan uap terkondensasi. Tekanan uap gasoline yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan pencemaran penguapan VOC emission yaitu pada pengisian di tanki, sistim karburator, atau karet selang distribusi.
Di Jepang, sejak 2005, pada musim panas, tekanan uap gasoline dibatasi maksimum 9.4 psi. Sedangkan di Indonesia dibatasi hingga 9 psi untuk bensin reguler atau 8.7 psi untuk bensin oktan tinggi. Pengukuran tekanan uap yang digunakan untuk parameter pengujian gasoline adalah RVP (Reid Vapor Pressure). Pengujian dengan metode ASTM D-323/1267, dimana sampel ditempatkan pada tempat pengujian dengan perbandingan volume terhadap udara adalah 1 : 4 pada suhu yang dijaga tepat 100 °F (38.8 °C) kemudian tekanan yang dihasilkan diukur dalam psi atau kPa.
III.5.2 Distilasi
Pola atau profil penguapan fuel ditunjukkan dengan pemeriksaan distilasi pada skala Laboratorium dengan menggunakan metode ASTM D-86. Analisa distilasi ini ditemukan oleh Engler yang kemudian distandarisasikan oleh ASTM. Perangkat peralatan ini terdiri dari sebuah labu Engler 100 cc yang dilengkapi dengan suatu kondenser berupa tabung dari bahan kuningan yang tercelup di dalam suatu media pendingin yang digabungkan dengan gelas ukur untuk menampung distillate.
Test ini dilakukan dengan memanaskan 100 cc gasoline pada tekanan atmosfir dengan kecepatan pemanasan sedemikian rupa sehingga tetesan pertama dari hasil distilasi terjadi dalam waktu 5-10 menit, dan hasil distilasi dikumpulkan dengan kecepatan 4-5 cc per menit. Temperatur uap yang ditunjukkan oleh thermometer pada waktu terjadinya tetesan pertama disebut Initial Boiling Point (IBP).
Sedangkan pengamatan berikutnya adalah temperatur uap pada saat distillate yang terkumpul pada gelas ukur sebanyak 5 cc (temperatur ini dicatat sebagai distilasi atau penguapan pada 5% volume), begitu seterusnya pada setiap penambahan 10 cc berikutnya sampai temperatur maksimum pada tetesan distillate terakhir. Penunjukkan temperatur uap pada saat tetesan terakhir disebut titik didih akhir / End Point (EP) atau Final Boiling Point (FBP).
Volume total dari cairan yang terkumpul sebagai hasil distilasi disebut distillate, sedangkan cairan yang tidak mau menguap dan tetap tinggal pada labu distilasi disebut residue. Selisih dari 100 cc gasolin terhadap jumlah disillate dan residue disebut loss. Temperatur yang rendah pada distilasi 10% volume memudahkan untuk menyalakan mesin dalam kondisi dingin sedangkan pada 50% volume mengindikasikan unjuk kerja yang baik untuk pemanasan dan percepatan mesin pada kondisi dingin serta menghindari potensi vapor lock. Sedangkan temperatur yang tinggi pada 90% penguapan dan End Point mengindikasikan jumlah komponen dengan titik didih yang tinggi sehingga hal ini akan menimbulkan deposit pada karburator.
III.5.3 Angka Oktan
Octane Number adalah suatu pengukuran yang menunjukkan kemampuan bahan bakar gasoline untuk terbakar secara tepat dan merata serta seberapa mampu mencegah terjadinya knocking pada ruang bakar.
Menurut Chem-is-try.com
Bilangan oktan (octane number) merupakan ukuran dari kemampuan bahan bakar untuk mengatasi ketukan sewaktu terbakar dalam mesin. Nilai bilangan oktan 0 ditetapkan untuk n-heptana yang mudah terbakar, dan nilai 100 untuk isooktana yang tidak mudah terbakar. Suatu campuran 30% n¬heptana dan 70% isooktana akan mempunyai bilangan oktan:
= (30/100 x 0) + (70/100 x 100)
= 70
Menurut wikipedia.com
Bilangan oktan adalah angka yang menunjukkan seberapa besar tekanan yang bisa diberikan sebelum bensin terbakar secara spontan. Di dalam mesin, campuran udara dan bensin (dalam bentuk gas) ditekan oleh piston sampai dengan volume yang sangat kecil dan kemudian dibakar oleh percikan api yang dihasilkan busi. Karena besarnya tekanan ini, campuran udara dan bensin juga bisa terbakar secara spontan sebelum percikan api dari busi keluar. Jika campuran gas ini terbakar karena tekanan yang tinggi (dan bukan karena percikan api dari busi), maka akan terjadi knocking atau ketukan di dalam mesin. Knocking ini akan menyebabkan mesin cepat rusak, sehingga sebisa mungkin harus kita hindari.
Nama oktan berasal dari oktana (C8), karena dari seluruh molekul penyusun bensin, oktana yang memiliki sifat kompresi paling bagus. Oktana dapat dikompres sampai volume kecil tanpa mengalami pembakaran spontan, tidak seperti yang terjadi pada heptana, misalnya, yang dapat terbakar spontan meskipun baru ditekan sedikit. Misalnya Bensin dengan bilangan oktan 87, berarti bensin tersebut terdiri dari 87% oktana dan 13% heptana (atau campuran molekul lainnya). Bensin ini akan terbakar secara spontan pada angka tingkat kompresi tertentu yang diberikan, sehingga hanya diperuntukkan untuk mesin kendaraan yang memiliki ratio kompresi yang tidak melebihi angka tersebut.
Umumnya skala oktan di dunia adalah Research Octane Number (RON). RON ditentukan dengan mengisi bahan bakar ke dalam mesin uji dengan rasio kompresi variabel dengan kondisi yang teratur.
Beberapa angka oktan untuk bahan bakar:
87 → Bensin standar di Amerika Serikat
88 → Bensin tanpa timbal Premium
50-60 → LOMC (light & heavy naphta)
90-95 → HOMC (reformate)
91 → Bensin standar di Eropa, Pertamax
94 → Premix-TT
95 → PertamaxPlus
Knock/detonasi adalah bunyi yang timbul di ruang bakar mesin karena sebagian bahan bakar terbakar sebelum waktunya (sebelum loncatan api dari busi mencapainya). Idealnya, untuk mendapatkan tenaga dari hasil pembakaran yang optimum, semua bahan bakar akan dibakar secara merata, flame front (loncatan api dari busi) menyebar secara merata dari busi hingga ke bagian yang belum terbakar sehingga memberikan peningkatan tenaga secara gradual pada piston. Akan tetapi kenyataan, begitu flame front menyebar, gas panas hasil pembakaran flame front akan menekan campuran udara-bahan bakar yang belum terbakar. Penekanan ini meningkatkan temperatur ditambah juga radiasi dari hasil pembakaran gas yang telah terbakar sedemikian rupa hingga mencapai ignition temperature dan menyebabkan ledakan sekaligus, yang menyebabkan detonasi atau knocking. Perlu dicatat bahwa, pembakaran ini terjadi bukan karena oleh adanya api dari busi tetapi akibat kenaikan tekanan dan temperatur yang dihasilkan dari pembakaran gas sebelumnya (auto-ignition).
Bila anti knocking terlalu rendah, letupan terjadi, menyebabkan kendaraan tidak bertenaga dan lama kelamaan dapat merusak mesin mobil. Sederhananya, octane number menunjukkan seberapa tinggi temperatur dan tekanan yang dibutuhkan untuk membuat gasoline terbakar sendiri (tanpa api dari busi). Semakin tinggi octane, semakin tinggi temperatur dan tekanan. Sehingga untuk kendaraan dengan ratio kompresi yang tinggi akan membutuhkan octan number yang tinggi pula. Mesin dengan ratio 9:1 akan membutuhkan gasoline dengan octane 91-94.
Terdapat dua jenis pengukuran octane number, yaitu Research Octane Number (RON) ASTM D2699 untuk rpm rendah/sedang dan Motor Octane Number (MON) ASTM D2700 untuk rpm tinggi. Untuk pemeriksaan satu gasoline, nilai RON akan lebih tinggi dari MON. Untuk aplikasi analisa lab ke pemakaian di jalan raya, biasanya digunakan nilai tengah dari RON dan MON, yang dikenal juga sebagai Anti Knock Index (AKI).
Mutu anti- knocking dinyatakan dalam angka oktana atau Octane Number (ON), yaitu banyaknya isookatana (C8H18) dalam campurannya dengan normal heptana (C7H16). Isooktana mempunyai ketahanan terhadap letupan sangat tinggi yaitu dengan ON=100, sedangkan normal heptana mempunyai ketahanan terhadap letupan sangat rendah dengan ON=0. Kedua senyawa ini dijadikan acuan karena kesamaan sifat volatility, density, panas penguapan, dan boiling point. Sehingga bila dilakukan variasi ratio perbandingan akan memudahkan test tanpa ada masalah penguapan dan lainnya.
Untuk meningkatkan ON biasanya ditambahkan Octane additif (booster). Tetapi beberapa additif yang tersedia di pasaran umumnya memberi dampak lingkungan yang kurang baik. Seperti additif senyawa alkyl-lead yang merupakan polutan yang mencemari udara. Sedangkan penambahan kadar benzene, aromatik dan olefin berdampak pada pencemaran udara dan karsinogenik.
III.5.4 Induction Period
Induction period digunakan sebagai indikasi kecendrungan suatu bahan bakar gasoline untuk membentuk gum selama penyimpanan. Analisa menggunakan metode ASTM D525, dimana gasoline diuji kestabilannya terhadap oksidasi dengan cara diakselerasi. Sampel ditempatkan dalam vessel berisi oksigen bertekanan pada 690 sd 705 kPa yang dipanaskan hingga 98 – 102 °C. Tekanan vessel dicatat secara berkala sampai tercapai breakpoint. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai breakpoint adalah induction period (dikoreksi untuk temperatur 100 °C).
Nilai induction period dalam jam mendekati sama dalam bulan, dimana gasoline dapat disimpan secara komersial. Secara umum, parameter ini baru terasa perlu bila oleh karena suatu kondisi produk gasoline harus disimpan selama berbulan-bulan, yang secara normal kondisi tidak mungkin terjadi kecuali karena ada kesalahan perencanaan yang fatal, timbulnya bencana alam, kecelakaan, dll.
III.5.5 Gum Existence
Pengujian ini untuk menunjukkan jumlah gum yang terbentuk dan jumlah deposisinya bila gasoline digunakan secara langsung. Metode analisa adalah ASTM D381. 50 mililiter gasoline diuapkan dengan pengaturan temperature 155 °C dan aliran udara selama 30 menit. Residue yang tersisa dicuci dengan n-heptane, selisih pengukuran berat hasil ekstraksi dinytakan sebagai hasil analisa dalam milligrams per 100 ml.
III.5.6 Sulfur Compound
Tujuan pemeriksaan ini berlaku juga untuk spesifikasi Doctor Test dan Belerang Mercaptan, sedangkan spesifikasi Korosi Bilah Tembaga untuk mengetahui sifat korosi pada logam tembaga.
Mengapa sulfur sangat tidak disukai? Karena menyebabkan korosi, menimbulkan bau yang tidak sedap, dan mengganggu sistim pembakaran pada motor gasoline.
Produk BBM yang digunakan di pasaran komersil automotif, secara umum dapat dikatakan tidak menimbulkan masalah korosi karena digunakan pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Pada kondisi ini senyawa sulfur yang berpotensi mempengaruhi korosi metal adalah hydrogen sulfide, sulfur bebas, dan senyawa sulfur lain dengan titik didih rendah seperti senyawa sulfida, disulfida, dan mercaptan. Gas sulfur dari hasil pembakaran dapat menyebabkan korosi bila kontak dengan udara dan uap air. Yang diserang adalah saluran gas buang hasil pembakaran seperti stack, knalpot, atau muffler. Minyak berat yang mengandung senyawa sulfur (dibenzyl disulfide) dapat mengalami korosi pada suhu tinggi, untuk tembaga pada suhu di atas 150 oC dan untuk steel di atas 200 oC. Hydrogen sulfide sering dijumpai dalam gas alam atau terlarut dalam crude oil, atau juga terbentuk karena dekomposisi senyawa sulfur organik pada suhu tinggi. Peralatan yang umumnya diserang korosi oleh hydrogen sulfude adalah tanki penampungan, pipa gas, khususnya pada suhu di atas 200 oC, seperti pipa furnace dan kolom fraksinasi. Senyawa sulfur dengan titik didih rendah seperti hydrogen sulfide, sulfur dioksida, mercaptan dengan rantai karbon >6, sulfida dengan rantai karbon >8, dan methyl disulfide, menghasilkan bau yang tidak sedap. Hal ini dapat dijumpai pada gas buang hasil pembakaran
III.6 Catalytic Reforming Process
Catalytic reforming (atau UOP menyebut Platforming) telah menjadi bagian penting bagi suatu kilang di seluruh dunia selama bertahun-tahun. Fungsi utama proses catalytic reforming adalah meng-upgrade naphtha yang memiliki octane number rendah menjadi komponen blending mogas (motor gasoline) dengan bantuan katalis melalui serangkaian reaksi kimia. Naphtha yang dijadikan umpan catalytic reforming harus di-treating terlebih dahulu di unit naphtha hydrotreater untuk menghilangkan impurities seperti sulfur, nitrogen, oksigen, halide, dan metal yang merupakan racun berbahaya bagi katalis catalytic reformer yang tersusun dari platina.
Selain itu, catalytic reforming juga memproduksi by-product berupa hidrogen yang sangat bermanfaat bagi unit hydrotreater maupun hidrogen plant atau jika masih berlebih dapat juga digunakan sebagai fuel gas bahan bakar fired heater. Butane, by-product lainnya, sering digunakan untuk mengatur vapor pressure gasoline pool.
III.6.1 Teori Catalytic Reforming
Feed naphtha ke unit catalytic reforming biasanya mengandung C6 s/d C11, paraffin, naphthene, dan aromatic. Tujuan proses catalytic reforming adalah memproduksi aromatic dari naphthene dan paraffin.
Kemudihan reaksi catalytic reforming sangat ditentukan oleh kandungan paraffin, naphthene, dan aromatic yang terkadung dalam naphtha umpan. Aromatic hidrocarbon yang terkandung dalam naphtha tidak berubah oleh proses catalytic reforming. Sebagian besar napthene bereaksi sangat cepat dan efisien berubah menjadi senyawa aromatic (reaksi ini merupakan reaksi dasar catalytic reforming). Paraffin merupakan senyawa paling susah untuk diubah menjadi aromatic. Untuk aplikasi low severity, hanya sebagian kecil paraffin berubah menjadi aromatic. Sedangkan pada aplikasi high severity, konversi paraffin lebih tinggi, tetapi tetap saja berlangsung lambat dan tidak efisien.
III.6.2 Reaksi-reaksi yang Terjadi
Reaksi-reaksi yang terjadi di catalytic reforming adalah sebagai berikut :
III.6.2.1 Dehidrogenasi Naphtene
Naphthene merupakan komponen umpan yang sangat diinginkan karena reaksi dehidrogenasi-nya sangat mudah untuk memproduksi aromatic dan by-product hidrogen. Reaksi ini sangat endotermis (memerlukan panas). Reaksi dehidrogenasi naphthene sangat terbantu oleh metal catalyst function dan temperatur reaksi tinggi serta tekanan rendah.
Gambar III.5 Dehydrogenasi naphtene
Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia
III.6.2.2 Isomerisas Naphtene dan paraffin
Isomerisasi cyclopentane menjadi cyclohexane harus terjadi terlebih dahulu sebelum kemudian diubah menjadi aromatic. Reaksi ini sangat tergantung dari kondisi operasi.
Gambar III.6 Isomerisasi Naphtene dan paraffin
Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia
III.6.2.3 Dehidrosiklisasi Paraffin
Dehydrocyclization paraffin merupakan reaksi catalytic reforming yang paling susah. Reaksi dehydrocyclization terjadi pada tekanan rendah dan temperature tinggi. Fungsi metal dan acid dalam katalis diperlukan untuk mendapatkan reaksi ini.
Gambar III.7 Dehidrosiklisasi paraffin
Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia
III.6.2.4 Hydrocracking
Kemungkinan terjadinya reaksi hydrocracking karena reaksi isomerisasi ring dan pembentukan ring yang terjadi pada alkylcyclopentane dan paraffin dan area kandungan acid dalam katalis yang diperlukan untuk reaksi catalytic reforming. Hydrocracking paraffin relatif cepat dan terjadi pada tekanan dan temperature tinggi.
Penghilangan paraffin melalui reaksi hydrocracking akan meningkatkan konsentrasi aromatic dalam produk sehingga akan meningkatkan octane number. Reaksi hydrocracking ini tentu mengkonsumsi hidrogen dan menghasilkan yield reformate yang lebih rendah.
Gambar III.8 Hdrocracking
Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia
III.6.2.5 Demetalisasi
Reaksi demetalisasi biasanya hanya dapat terjadi pada severity operasi catalytic reforming yang tinggi. Reaksi ini dapat terjadi selama startup unit catalytic reformate semi-regenerasi pasca regenerasi atau penggantian katalis.
Gambar III.9 Demetalisasi
Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia
III.6.2.6 Dealkilasi Aromatic
Dealkylation aromatic serupa dengan aromatic demethylation dengan perbedaan pada ukuran fragmen yang dihilangkan dari ring. Jika alkyl side chain cukup besar, reaksi ini dapat dianggap sebagai reaksi cracking ion carbonium terhadap rantai samping. Reaksi ini memerlukan temperatur dan tekanan tinggi.
Reaksi-reaksi yang terjadi pada unit catalytic reforming dapat diringkas sebagai berikut :
Tabel III.4 Reaksi yang terjadi pada unit catalytic reforming
Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia
III.6.2.7 Hidrodesulfurisasi
C4H9SH + H2 C4H10 + H2S
Merkaptan Butana
Senyawa sulfur didalam umpan walaupun sedikit kemungkinan masih ada, maka dengan adanya gas hydrogen sulfur akan dipisahkan dari hidrokarbonnya menjadi H2S.
III.6.3 Catalytic Reforming Catalyst Dual Function Balance
Seperti terlihat pada tabel 1 (Reaksi yang terjadi pada Unit Catalytic Reforming), sebagian reaksi menggunakan fungsi metal dari katalis dan sebagian reaksi lainnya menggunakan fungsi acid dari katalis. Pada unit catalytic cracking sangat penting untuk memiliki balance yang sesuai antara fungsi metal dan fungsi acid dari katalis, seperti terlihat pada gambar berikut :
Gambar III.10 Desired Metal Acid Balance
Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia
Pada proses catalytic reforming, sangat penting untuk meminimumkan reaksi hydrocracking dan memaksimumkan reaksi dehydrogenation dan dehydrocyclization. Balance ini dijaga dengan pengendalian H2O/Cl yang tepat selama siklus katalis semi-regeneration dan dengan menggunakan teknik regenerasi yang tepat. Fase uap H2O dan HCl berada dalam kesetimbangan dengan permukaan chloride dan kelompok hydroxyl. Terlalu banyak H2O dalam fase uap akan memaksa chloride dari permukaan katalis keluar dan menyebabkan katalis menjadi underchloride (fungsi acid dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik), sedangkan terlalu banyak chloride dalam fase uap akan menjadikan katalis overchloride yang juga tidak baik untuk katalis (fungsi metal dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik).
III.7 Katalis
Katalis untuk proses reforming mempunyai fungsi ganda (dual function) dimana reaksi yang terjadi dipengaruhi oleh sifat asam (Cl-) dan logam Pt dari katalis. Dalam katalis terdapat sebanyak 0.3 – 0.8 %-wt Pt (tergantung tipenya) dan mengandung Cl- sekitar 1 %wt – 1.3 %wt pada alumina base (tergantung tipenya) dan mempunyai luas permukaan (surface area) antara 150 – 200 m2/gram. Alumina sendiri berfungsi asam, dimana fungsi asam ini makin diperkuat dengan adanya chloride (Cl-). Dalam hal ini fungsi Pt adalah memberikan aktivitas dalam reaksi dehidrogenasi (electron donor) sedangkan asam bersama alumina akan memberikan aktivitas reaksi isomerisasi (electron akseptor). Reaksi dehidrosiklisasi dan hydrocraking dipengaruhi oleh fungsi metal dan asam. Selama reaksi berlangsung diperlukan injeksi chloride (PDC) secara kontinyu untuk menjaga keasaman katalis yang tetap karena tanpa adanya injeksi maka chloride yang terdapat dalam katalis akan terlarut oleh air (moisture) yang terdapat/terikut dalam feed stock. Karena ukuran logam Pt pada katalis sangat halus (±10Å) maka bisanya logam Pt ini dapat mengalami agglomerisasi bila temperatur reaktor terlalu tinggi (>500ºC) atau pada waktu regenerasi berlangsung, sehingga menyebabkan aktifitas katalis akan berkurang. Dengan demikian pengaturan keseimbangan aktifitas logam dan asam harus dijaga agar unjuk kerja dari katalis bisa optimal.
III.7.1 Racun Katalis
Bahan katalis platforming dipilih khusus untuk mempercepat reaksi-reaksi tertentu, seperti halnya semua jenis katalis, maka bila tidak diperlakukan dengan semestinya, baik secara operasi maupun kesalahan feed, maka katalis platforming akan mengalami penurunan aktifitas. Katalis platforming dirancang untuk berfungsi ganda (dual function catalyst), karenanya pembicaraan racun katalis akan didasarkan pada fungsi katalis itu sendiri.
Racun katalis dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
Temporary poison
Merupakan racun-racun yang dapat hilang pada saat diregenerasikan, namu dapat menurunkan aktivitas katalis dengan cara mendorong terbentuknya karbon pada katalis (sulfur, moisture) atau dapat juga dengan menstrip-out chloride pada katalis (nitrogen, moisture)
Permanent poison
Merupakan racun yang tidak dapat hilang meskipun telah melalui proses regenerasi. Racun-racun ini dapat berupa besi, silica, maupun fosfor. Logam-logam ini akan menutupi seluruh pori-pori pada permukaan katalis sehingga jumlah area tampat reaksi berlangsung akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali.
Beberapa racun katalis catalytic reforming adalah sebagai berikut :
Sulfur
Konsentrasi sulfur maksimum yang diijinkan dalam umpan naphtha adalah 0,5 wt-ppm. Biasanya diusahakan kandungan sulfur dalam umpan naphtha sebesar 0,1-0,2 wt-ppm untuk menjamin stabilitas dan selektivitas katalis yang maksimum.
Beberapa sumber yang membuat kandungan sulfur dalam umpan naphta tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak baik (temperatur reaktor kurang tinggi atau katalis sudah harus diganti), recombination sulfur dari naphtha hydrotreater (dan terbentuknya sedikit olefin) akibat temperatur hydrotreater yang tinggi dan tekanan hydrotreater yang rendah, hydrotreater stripper upset, memproses feed yang memiliki end point tinggi.
2. Nitrogen
Konsentrasi nitrogen maksimum yang diijinkan dalam umpan naphtha adalah 0,5 wt-ppm. Kandungan nitrogen dalam umpan naphtha akan menyebabkan terbentuknya deposit ammonium chloride pada permukaan katalis.
Beberapa sumber yang membuat kandungan nitrogen dalam umpan naphtha tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak baik (temperatur reaktor kurang tinggi atau katalis sudah harus diganti), penggunaan filming atau neutralizing amine sebagai corrosion inhibitor di seluruh area yang tidak tepat guna.
3. Air
Kandungan air dalam recycle gas sebesar 30 mol-ppm sudah menunjukkan excessive water, dissolved oxygen, atau combined oxygen di unit catalytic reforming. Tingkat moisture di atas level ini dapat menyebabkan reaksi hydrocracking yang excessive dan juga dapat menyebabkan coke laydown. Lebih lanjut lagi, kondisi ini akan menyebabkan chloride ter-strip dari katalis, sehingga mengganggu kesetimbangan H2O/Cl dan menyebabkan reaksi menjadi terganggu.
Beberapa sumber yang membuat kandungan air dalam system tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak sesuai, kebocoran heat exchanger yang menggunakan pemanas/ pendingin steam / water di upstream unit, system injeksi water catalytic reforming, kebocoran naphtha hydrotreater stripper feed effluent heat exchanger, proses drying yang tidak cukup di drying zone di dalam regeneration tower, dan kebocoran steam jacket di regeneration section.
4. Metal
Karena efek reaksi irreversible, maka kontaminasi metal ke dalam katalis catalytic reforming sama sekali tidak dibolehkan, sehingga umpan catalytic reformer tidak boleh mengandung metal sedikit pun.
Beberapa sumber kandungan metal dalam umpan naphtha adalah : arsenic (ppb) dalam virgin naphtha, lead mungkin timbul akibiat memproses ulang off-spec leaded gasoline atau kontaminasi umpan dari tangki yang sebelumnya digunakan untuk leaded gasoline, produk korosi, senyawa water treating yang mengandung zinc, copper, phosphorous, kandungan silicon dalam cracked naphtha yang berasal dari silicon based antifoam agent yang diijeksikan ke dalam coke chamber untuk mencegah foaming, dan injeksi corrosion inhibitor yang berlebihan ke stripper naphtha hydrotreater.
5. High feed end point
Catalytic reforming didisain untuk memproduksi aromatic hidrokarbon. Produksi aromatic ini tidak dapat terjadi tanpa kondensasi single ring aromatic menjadi multi-ring polycyclic aromatic, yang merupakan petunjuk adanya coke. Endpoint naphtha maksimum yang diijinkan sebagai umpan catalytic reforming adalah 204 oC. Pada endpoint > 204 oC, konsentrasi polycyclic aromatic dalam umpan naphtha akan meningkat tajam.
Jika umpan catalytic reforming merupakan hasil blending dari berbagai sumber (straight run naphtha, hydrocracker naphtha, cracked naphtha), maka tiap arus umpan harus dianalisa secara terpisah dan tiap stream tidak boleh memiliki endpoint > 204 oC. Hasil blending antara high end point stream dengan low end point stream akan ”mengaburkan” kandungan fraksi endpoint yang tinggi.
III.7.2 Aktivitas Katalis
Kesemua racun katalis baik yang bersifat sementara maupun tetap akan menutupi pori-pori dari katalis sehingga molekul-molekul minyak bumi akan terhalang untuk mencapai bagian aktif dari katalis. Kondisi tersebut akan berlangsung terus menerus sehingga secara kumulatif racun-racun tersebut akan menutupi pori-pori katalis, dengan demikian disebut katalis telah mengalami deaktifasi. Diantara kedua racun tersebut di atas, pembentukan coke adalah merupakan faktor yang dominan. Kecepatan pembentukan coke pada katalis merupakan faktor penentu deactivation rate dari katalis. Cokes merupakan produk samping dari reaksi hidrokraking yang tidak dapat dihindarkan, tetapi kecepatan pembentukan cokes dapat dikendalikan dengan pengaturan kondisi operasi. Apabila telah terjadi deaktifasi katalis, maka diperlukan temperatur yang lebih tinggi untuk mendapatkan produk reformate dengan bilangan angka oktan yang diijinkan (konstan) pada kondisi yang sama seperti pada fresh katalis. Karena proses deaktifasi berlangsung terus menerus maka pada suatu saat temperature reaksi (WAIT) akan mencapai suatu batas maximum yang diijinkan yang disebut dengan End Of Run temperatur (EOR). Pada EOR artinya pada temperatur ini katalis masih dapat menghasilkan reformat dalam batas-batas spesifikasi yang diperbolehkan, namun di atas temperatur EOR ini akan mempengaruhi ketahanan material tube dari heater maupun material reaktor. Selain itu, akibat dari katalis yang terdeaktifasi tersebut adalah terjadinya penurunan liquid yield (reformat) sehingga akan menurunkan nilai ekonomis. Keadaan tersebut akan berlanjut terus menerus sehingga mencapai suatu kondisidimana secara ekonomis nilai total kerugian sudah menyamai biaya yang diperlukan bila dilakukan regenerasi katalis di platforming. Pengaturan variable operasi sangat mempengaruhi kecepatan deaktifasi. Temperatur merupakan variable utama yang mempengaruhi pembentukan coke. Apabila temperatur reaksi naik maka kecepatan pembentukan coke akan meningkat sehingga deactivation rate juga semakin cepat. Deaktifasi katalis yang diakibatkan oleh keracunan metal akan bersifat permanen dan tidak dapat diregenerasi, tetapi coke dapat dibakar secara periodik untuk mengembalikan aktifitas katalis, proses tersebut “regenerasi katalis”. Dengan demikian perlu untuk memperbaiki/mengembalikan aktifitas katalis agar unit dapat dioperasikan secara lebih ekonomis. Suatu cara untuk mengevaluasi katalis adalah monitoring Catalyst Deactivation Rate sehingga panjang cycle operasi dapat diperkirakan untuk perencanaan regenerasi katalis. Cara yang umum yang digunakan untuk mengevaluasi kecepatan deaktifasi katalis adalah dengan memonitor temperatur reaksi di platforming (WAIT) pada setiap waktu yang biasa dinyatakan dengan catalyst life dalam satuan m³/kg katalis.
III.7.3 Variabel Katalis
Variabel-variabel yang digunakan pada katalis yaitu:
1. Aktivitas Katalis (Catalyst activity)
Merupakan variable yang menunjukkan temperatur yang harus dioperasikan oleh katalis untuk menghasilkan kualitas produk tertentu. Temperatur yang dibutuhkan didefinisikan dengan WAIT, sedangkan kualitas produk didefinisikan dengan Research Octane Number Clear (RONC). Pada awal beroperasi menggunakan fresh catalyst, WAIT hanya dipengaruhi oleh : feed stock properties, target RONC, dan tipe katalis.
Namun setelah beroperasi selama waktu tertentu aktivitas menurun (ditandai dengan tingginya temperatur untuk mendapatkan ON yang sama) disebabkan adanya coke laydowm di katalis.
2. Selektivitas Katalis
Menunjukkan kecenderungan catalyst dan kondisi operasi tertentu dalam menghasilkan produk yang diinginkan. Data yang dibutuhkan : RONC, N+2A dalam feed, Distilasi 50%vol, Tekanan reactor.
3. Stabilitas Katalis
Merupakan ukuran pembentukan coke pada katalis. Variable yang berpengaruh : RONC target, N+A feed, End point naphta, Tekanan reaktor dan rasio H2/HC.
III.7.3.1 Water-Chloride Control (PDC)
Katalis platforming merupakan katalis yang membutuhkan keseimbangan antara fungsi asam (chloride) dan fungsi metal (platina) untuk memaksimumkan reaksi dehydrogenasi dan dehydrosiklisasi dan meminimalkan reaksi hydrocracking. Untuk menjaga keseimbangan asam dan metal di permukaan katalis, perlu dijaga rasio water-chloride di fase gas reaktor pada range 20-30. Biasanya pada saat start up diperlukan injeksi PDC (Propylene dichloride) dan condensate water untuk menjaga rasio tersebut.
III.7.4 Umpan dan Produk Catalytic Reforming
Feed unit catalytic reforming adalah heavy naphtha yang berasal dari unit naphtha hydrotreating yang telah mengalami treating untuk menghilangkan impurities seperti sulfur, nitrogen, oxygen, halida, dan metal yang merupakan racun bagi katalis catalytic reforming. Boiling range umpan heavy naphtha antara 70 s/d 150 oC.
Produk unit catalytic reforming berupa high octane motor gasoline component (HOMC) yang digunakan sebagai komponen blending motor gasoline. Produk unit catalytic reforming ini mempunyai RONC > 95 dan bahkan dapat mencapai RONC 100. Produk lain adalah LPG dan byproduct hydrogen. Produk LPG dikirim ke tangki produk (jika sudah memenuhi spesifikasi produk LPG) atau dikirim ke unit Amine-LPG recovery terlebih dahulu. By product hydrogen dikirim ke unit hydrotreater dan hydrogen plant.
III.8 Aliran Proses
III.8.1 Fix Bed Catalytic Reforming
Process Flow Diagram Fixed Bed Catalytic Reforming dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar III.11 feix bed catalyst reforming
Sumber : Buku Pintar Migas Indonesia
III.8.2 Catalytic Reforming – CCR
Process Flow Diagram Catalytic Reforming-Continuous Catalytic Regeneration dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar III.12 PL-II
Sumber : Buku Pintar Migas Indonesia
Gambar III.13 Continous catalyst regeneration
Sumber : Buku Pintar Migas Indonesia
III.9 Perencanaan Produksi
Perencanaan Produksi adalah suatu proses perencanaan yang dilakukan pada tingkat produksi agregat / keseluruhan yang mengintegrasikan seluruh proses manufacturing pada perusahaan mulai dari perencanaan bisnis hingga pemasaran.
III.10 Pengertian Peramalan
Metoda peramalan adalah metoda yang dapat membuat perkiraan keadaan dimasa yang akan dating melalui suatu mekanisme yang sudah ditetapkan. Metoda peramalan diperlukan dalam hal ini untuk mengurangi pemborosan akibat salah dalam menafsirkan tingkat produksi. Peramalan merupakan suatu taksiran, tetapi dengan dengan cara-cara tertentu peramalan dapat melebihi dari sebuah taksiran, peramalan merupakan suatu taksiran yang ilmiah.Meskipun terdapat sedikit kesalahan yang disebabkan adanya keterbatasan manusia.
Dalam empat dekade terakhir ini telah terjadi perkembangan dalam bidang pendugaan (prediction) dan penaksiran (estimation) yang mempunyai kaitan langsung dan dapat digunakan secara langsung dalam peramalan organisasi. Peramalan dibutuhkan oleh suatu perusahaan karena setiap keputusan yang diambil pada saat ini akan dapat mempengaruhi keadaan perusahaan dimasa yang akan datang.
Peramalan (forecasting) merupakan prediksi nilai-nilai sebuah variabel berdasarkan kepada nilai yang diketahui dari variabel tersebut atau variabel yang berhubungan .Meramalkan juga dapat didasarkan pada keahlian penilaian, yang pada gilirannya didasarkan pada data historis dan pengalaman.
Sering terdapat waktu senja (time long) antara kesadaran akan peristiwa atau kebutuhan mendatang dengan peristiwa itu sendiri. Adanya waktu lenggang (lead time) ini merupakan alasan utama bagi perencanaan dan peramalan.
Pertanyaan yang sebaiknya dijawab sebelum melakukan peramalan diantaranya adalah sebagai berikut : [Smith, 1989, hal 60 ]
Apakah agregasi, jenis produk, item, yang akan diramalkan ?
Di daerah mana peramalan akan diterapkan ?
Bagaimana horizon peramalan yang ditetapkan ?
Berapa periode peramalan ?
Berapa kali dilakukan update terhadap hasil peramalan ?
Berapa akurasi hasil yang disyaratkan ?
Prosedur umum yang digunakan dalam peramalan secara kuantitatif adalah sebagai berikut : [Rosnani, 2007, hal 44]
Definisikan tujuan peramalan
Buat diagram pencar
Pilih paling sedikit dua metode yang memenuhi tujuan peramalan dan sesuai dengan plot data
Hitung parameter-parameter fungsi peramalan
Hitung kesalahan (error) peramalan yang terjadi
Pilih metode yang terbaik
Lakukan verifikasi peramalan
Langkah penting setelah peramalan dilakukan adalah verifikasi peramalan sedemikian rupa hingga mencerminkan data masa lalu dan sistem sebab akibat yang mendasari permintaan tersebut. Sepanjang representasi peramalan tersebut dapat dipercaya, hasil peramalan akan terus digunakan. Jika selama proses verifikasi tersebut ditemukan keraguan validitas metode peramalan yang digunakan, harus digunakan metode lainnya yang lebih cocok. Validitas tersebut harus ditentukan dengan uji statistik yang sesuai.Setelah suatu peramalan dibuat, selalu timbul keraguan kapan harus dibuat suatu metode peramalan baru.Peramalan harus selalu dibandingkan dengan permintaan secara teratur.Pada suatu saat harus diambil tindakan revisi peramalan apabila ditemukan bukti adanya perubahan pola permintaan yang meyakinkan.Selain itu, penyebab perubahan pola permintaan harus diketahui.Terdapat beberapa alat yang dapat digunakan untuk melakukan verifikasi peramalan dan mendeteksi perubahan sistem sebab akibat yang melatarbelakangi perubahan pola permintaan.Salah satunya adalah peta kendali peramalan [Kusuma, 1999, hal 40].
III.10.1 Kegunaan Peramalan
Kegunaan dari peramalan antara lain :
Penjadwalan sumber daya yang tersedia
Misalnya : Peramalan tingkat permintaan produk, material, keuangan buruh atau pelayanan adalah input untuk penjadwalan produksi, transportasi, keuangan, dll.
Kebutuhan sumber daya tambahan
Misalnya : Peramalan untuk sumber daya tambahan dimasa yang akan datang
Penentuan sumber daya yang diinginkan
Misalnya : Peramalan faktor-faktor lingkungan masa datang, menentukan apa yang dibutuhkan untuk perluasan pabrik dan menentukan perencanaan lanjutan bagi produk-produk yang ada untuk dikerjakan dengan fasilitas-fasilitas yang ada.
III.10.2 Jenis-jenis Metoda Peramalan
Dalam melakukan peramalan disarankan untuk tidak hanya tergantung pada satu metoda saja, tetapi perlu dikombinasikan dengan teknik dan metoda lainnya.Karena bagaimanapun belum ada suatu teknik dan metoda yang paling tepat.Setiap teknik dan metoda mempunyai kekurangan dan kelebihan sehingga dengan memakai beberapa teknik atau metoda diharapkan dapat saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Secara umum, model-model peramalan dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok utama, yaitu :
Metode kualitatif (teknologis)
Metode kuantitatif
III.10.3 Metode Peramalan
Metode Linear (Trend Linier Method).
Model analisis garis kecendrungan dipergunakan sebagai model permalan apabila pola historis dari data aktual permintaan menunjukkan adanya suatu kecendrungan menaik dari waktu ke waktu. Model analisis garis kecendrungan yang paling sederhana adalah menggunakan persamaaan garis lurus (Straight Line Equation), sebagai berikut :
Y’ = a + bt ………………………………………………………..…….….. III.1
Dimana :
Y’ = Nilai ramalan untuk periode waktu ke- t.
a = Intersep atau nilai trend pola periode dasar
b = Stope dari garis kecendrungan (trend line), merupakan tingkat perubahan dalam suatu permintaan
t = Indeks waktu (t=1,2,3,…..,n) adalah banyaknya periode waktu
N = Jumlah Periode
Slope dan Intersep dari persamaan garis lurus dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut :
"a =" (∑▒"y" " " )/"N" "- b" (" " ∑▒"t" )/"N" "………………………………………………………….. III.2"
"b =" ("n " ∑▒"y t" – ∑▒〖y 〗 ∑▒"t" )/("N" ∑▒〖"t" ^"2" "- (" ∑▒〖"t)" 〗^"2" " " 〗) "…………………………………………………….. III.3"
b) Metode Kuadratis
Persamaan yang digunakan dalam metode kuadratis ini adalah sebagai berikut :
y’ = a +bt +ct2 ……………………………………………………….......... III.4
Keterangan:
y’ : Nilai trend
y : Data historis
t : Parameter pengganti waktu
a : Nilai trend periode dasar
b,c : Pertambahan nilai trend
dimana :
"γ =" (∑_"i=1" ^"N" ▒"t" ^"2" )^"2" "-" ∑_"i=1" ^"N" ▒"t" ^"4" "………………………………………………….…. III.5"
"δ =" ∑_"i=1" ^"N" ▒"t" ∑_"i=1" ^"N" ▒〖"y - N" 〗 ∑_"i=1" ^"N" ▒"y t" "……………………..………………………… III.6"
"θ =" ∑_"i=1" ^"N" ▒"t" ^"2" ∑_"i=1" ^"N" ▒〖"y - N" 〗 ∑_"i=1" ^"N" ▒〖"t" ^"2" "y" 〗 "……………………………………………… III.7"
"α =" ∑_"i=1" ^"N" ▒"t" ∑_"i=1" ^"N" ▒〖"t" ^"2" "- N" 〗 ∑_"i=1" ^"N" ▒"t" ^"3" "………………………../……………………… III.8"
"β =" ∑_"i=1" ^"N" ▒"t" ∑_"i=1" ^"N" ▒〖"t" ^"2" "- N" 〗 ∑_"i=1" ^"N" ▒"t" ^"3" "………………………………………………… III.9
" "b = " "γ δ – θ α" /("γ β - " "α" ^"2" " " ) "………………………………………..…………………… III.10"
"c =" "θ - " ("b" )("α" )/("γ" ) "………………………………………....………………… III.11"
"a =" (∑▒〖"γ" 〗)/("N" ) "- b" (∑▒〖"t" 〗)/("N" ) "- c" (∑▒〖"t" ^"2" " " 〗)/("N" ) "……………………………………………..…. III.12"
Sebagaimana telah diutarakan dimuka, pada dasarnya semua metode-metode trend menggunakan prinsip yang sama, yaitu berusaha mengganti atau mengubah garis patah-patah dalam grafik yang dibentuk oleh data historis, menjadi garis yang lebih teratur bentuknya, agar dapat digunakan untuk membuat penaksiran-penaksiran (forecasting). Adapun garis yang lebih teratur bentuknya tersebut secara umum dapat berbentuk garis lurus (linear) dan dapat berbentuk garis lengkung (non-linear).
III.11 Perhitungan Kesalahan Peramalan
Pada umumnya setiap metode forecast hanya merupakan sebuah alat yang digunakan untuk meramalkan keadaan yang akan datang dan memiliki penyimpangan atau kesalahan dari keadaan aslinya, apakah penyimpangannya besar atau kecil. Oleh karena itu, ada baiknya bila penulis memakai lebih dari satu metode forecast dalam meramalkan penjualan dimasa yang akan datang, sehingga kita bisa membandingkan hasil yang diperoleh oleh tiap metode forecast. Metode forecast yang memiliki penyimpangan yang paling kecil yang kita pilih, karena semakin kecil penyimpangan yang diberikan metode forecast tersebut memberikan hasil yang mendekati keadaan yang sebenarnya.
Manfaat dari perhitungan penyimpangan ini adalah :
Untuk memantau permintaan yang tidak menentu sehingga dapat dikendalikan dengan baik.
Untuk menentukan apakah metode forecast yang dipakai masih relevan dengan kenyataan atau masih perlu diperbaiki lagi.
Secara umum kesalahan forecast dirumuskan sebagai berikut :
et = Xt-Ft ………………………………………....……………...…… III.13
Dimana :
et = Kesalahan hasil forecast
Xt = Data aktual yang digunakan
Ft = Hasil ramalan
Untuk menghitung penyimpangan atau kesalahan forecast terdapat dua macam pengukuran kesalahan forecast yaitu sebagai berikut : (Markidakis,1991:41-43)
Ukuran statistik
Ada 5 macam cara untuk menentukan kesalahan forecast secara statistic yaitu:
Mean Error (ME)
"ME =" ∑_"t=1" ^"n" ▒〖"e" _"t" /"n" "…………………………………………………….… III.14" 〗
Mean Absolute Error (MAE)
"ME =" ∑_"t=1" ^"n" ▒("(" 〖"|e" 〗_"t" "|)" )/"n" "…………………………………………………. III.15"
Sum Square Error (SSE)
"SSE =" ∑_"t=1" ^"n" ▒〖"e" _"t" ^" 2" "……………………………………..………………. III.16" 〗
Mean Squared Error (MSE)
" MSE =" ∑_"t=1" ^"n" ▒("e" _"t" ^" 2" )/"n" "…………………………………………………. III.17"
Standart Deviation Of Error
"SDE =" √(∑_"t=1" ^"n" ▒("e" _"t" ^" 2" )/"n - 1" ) "…………………………………………………. III.18"
Standard Error of Estimate
"SEE=" √(∑_"t=1" ^"n" ▒〖"(y - y')" 〗^"2" /"n - f" ) "………………………………………………. III.19"
Dimana f adalah derajat bebas, yang disesuaikan dengan bentuk model :
Model konstan, f = 1
Model Linear, f = 2
Model Kuadratis, f =3
dengan : ei = Kesalahan pada periode ke-i
n = Jumlah data
Ukuran relatif
Ada 3 macam cara menentukan ukuran kesalahan forecast secara relatif yaitu:
Percantage Error (PE)
〖"PE" 〗_"t" "= " (("X" _"t" "- " "F" _"t" )/"X" _"t" )"x 100……………………………………………. III.20"
Mean Percentage Error (MPE)
"MAPE= " ∑_"t=1" ^"n" ▒〖〖"PE" 〗_"t" /"n" "……………………………………….………. III.21" 〗
Mean Absolute Percentage Error (MAPE)
"MAPE= " ∑_"t=1" ^"n" ▒|〖"PE" 〗_"t" /"n" | "…………………………..………………….. III.22"
III.12 Verifikasi peramalan dengan peta Moving Range
Peta moving range digunakan untuk membandingkan nilai pengamatan actual dengan nilai peramalan dari suatu permintaan. Setelah metode peramalan ditentukan, Peta moving range digunakan untuk pengujian kestabilan system sebab akibat yang mempengaruhi permintaan. Moving Range dapat di defenisikan sebagai :
MR = |〖"(y'" 〗_"t" "-" 〖" y" 〗_"t" ") - " 〖"(y'" 〗_"t-1 " "– " "y" _"t-1" ")" | ……………………………………........ III.23
Dan Rata-rata Moving Range didefenisikan sebagai :
¯("MR" ) "=" ∑▒"MR" /"n - 1" " " …………………………………………………………….. III.24
Garis tengah peta Moving Range adalah titik nol. Batas kendali atas dan bawah pada peta moving range adalah :
BKA=+2,66 ¯MR………………………………………………………. III.25
BKB=-2,66 ¯MR …………………………………………………….... III.26
Sementara itu, Variabel yang akan di plot kedalam peta Moving Range adalah :
∆y_t= 〖y'〗_t- y_t……………………………………………………..…… III.27
Jika semua titik berada dalam batas kendali, dapat dianggap bahwa peramalan permintaan yang dihasilkan telah cukup baik. Jika terdapat titik yang berada diluar batas kendali, jelas bahwa peramalann yang didapat kurang baik dan harus di revisi.
III.13 Perhitungan Tracking Signal
Untuk mengetahui sejauh mana keandalan dari model forecast yang digunakan, sebaiknya kita membangun peta control tracking signal. Secara umum perhitungan tracking signal dapat dirumuskan sebagai berikut (Vincent Gasperz, 2007:81) :
"MAD=" (∑▒("absolut dari forecast error" ) )/"n" "…....……………………………... III.28
" "TS = " "RSFE" /"MAD" "…………………………………………..…………………. III.29"
Dimana :
MAD = Mean Absolut Deviation
RSFE = Running Sum of the Forecast Error
TS = Tracking Signal
Beberapa ahli dalam system peramalan seperti George dan Plossl dan Oliver Wight, dua pakar production and inventory control, menyarankan untuk menggunakan nilai tracking signal maksimun ± 4, sebagai batas-batas pengendalian untuk tracking signal. Dengan demikian apabila tracking signal telah berada diluar batas-batas pengendalian, model peramalan yang digunakan perlu ditinjau kembali, karena akurasi peramalan tidak bisa diterima.
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
IV.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan terhadap data penjualan untuk mendapatkan data produksi aktual premium. Berikut ini adalah data Penjualan aktual premium di PT. Pertamina RU II Dumai.
IV.1.1 Data Spesifikasi Premium
Spesifikasi adalah batasan minimum atau maksimum suatu produk yang ditetapkan secara resmi oleh pemerintah.Untuk produk premium, spesifikasinya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi.Penetapan spesifikasi ini melalui beberapa pertimbangan mengenai kebutuhan ideal bagi kendaraan bermotor serta kebijaksanaan umum mengenai lingkungan dan keselamatan masyarakat.
Sifat-sifat premium yang ditentukan oleh Dirjen Migas antara lain adalah :
Harus dapat terbakar secara merata didalam silinder tanpa adanya gangguan yang berupa pembakaran yang tidak normal dan detonasi pada mesin
Mudah terbentuknya campuran antara uap minyak dan udara serta mudah untuk dinyalakan dalam keadaan dingin
Tidak boleh terlalu mudah menguap, sehingga ketika mesin panas premium didalam saluran bahan bakar akan mendidih, mengakibatkan timbulnya gelembung-gelembung udara yang akan mengganggu aliran premium menuju ruang bakar yang berupa sumbatan uap (vapor lock)
Tidak meninggalkan getah (gum) pada sistem penyimpanan, penyaluran dan pemasukan bahan bakar kedalam mesin
Harus tahan disimpan dalam waktu yang cukup lama tanpa mengalami perubahan kimia dan tidak membentuk getah
Harus cukup bersih, tidak menimbulkan pengkaratan dengan logam lain
Tabel IV.1 Spesifikasi Premium
Refer SK Dir Jen Migas No. 3674 K/24/DJM.T/2006 ( tanggal 17.03.2006 ) dan
Refer surat Dir Jen Migas No. 5312/DJM.T/2008 ( 31.03.2008)
No. Properties Units Limit Method
1 Research Octane Number RON Min. 88.0 ASTM D-2699
2 Induction Period Minutes Min. 360 ASTM D-525
3 Sulfur Content % m/m Max. 0.05 ASTM D-2622
4 Lead Content ( Pb ) gr/L Max. 0.13 ASTM D-3237
5 Distillation : ASTM D-86
10 % vol.evaporation °C Max. 74
50 % vol. vaporation °C 75 - 125
90 % vol. vaporation °C Max. 180
End Point °C Max. 215
Residue % vol. Max. 2.0
6 Existent Gum mg/100 ml. Max. 5 ASTM D-381
7 Reid Vapour Pressure kPa Max. 69 ASTM D-323
8 Density at 15 °C kg/m3 715 - 790 ASTM D-1298
9 Copper Strip Corrosion Merit Max. Class 1 ASTM D-130
10 Doctor Test Max. Negative IP - 30
11 Mercaptan Sulfur % m/m Max. 0.002 ASTM D-3227
12 Appearance Clear & Bright Visual
13 Colour Yellow Visual
14 Dye Content gr/100 L Max. 0.13 -
15 Odour Marketable -
Sumber : PT. Pertamina ( Persero) RU II Dumai
IV.1.2 Data Penjualan Premium
Data yang dikumpulkan adalah data penjualan aktual premium PT. Pertamina RU II Dumai selama 60 periode atau 5 tahun yang lalu, yaitu data penjualan dari tahun 2007 s/d tahun 2011. Data penjualan aktual premium dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel IV.2 Rekapitulasi Data penjualan premium tahun 2007-2011
Periode Data Aktual Penjualan Premium (Barrel)
Tahun 2007 Tahun 2008 Tauhn 2009 Tahun 2010 Tahun 2011
Januari 659188 552719 502371 432025 542109
Februari 542401 503631 405856 530390 480097
Maret 615572 631491 375399 572610 472618
April 780007 555336 642910 519689 565226
Mei 481724 643699 597010 615907 561272
Juni 599880 480234 703494 537598 496352
Juli 638470 568863 523737 477920 631617
Agustus 442118 687605 559649 450461 499865
September 543507 562638 569821 740770 520727
Oktober 544151 583029 438800 509016 480155
November 617086 433775 522819 663523 490118
Desember 508249 559398 537635 586560 563717
Total 6972353 6762418 6379501 6636469 6303873
Sumber : PT. Pertamina ( Persero) RU II Dumai
Grafik penjualan premium pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar IV.1. Grafik Penjualan Premium Tahun 2007 s/d Tahun 2011
Sumber : PT. Pertamina ( Persero) RU II Dumai
IV.2 Pengolahan Data
IV.2.1 Proses Pengolahan Premium
Parameter yang digunakan hanya sebatas angka oktan karena parameter lainnya diasumsikan sudah sesuai dengan standar.
Premium yang dihasilkan dari suatu proses pengolahan belum dapat langsung digunakan, melainkan masih ditambahkan beberapa bahan kimia atau pencampuran (blending) dengan Premium lainnya yang tujuannya untuk memperbaiki mutu Premium itu sesuai dengan spesifikasinya, sehingga aman dalam pemakaiannya dan tidak mencemari lingkungan.
Umumnya komponen Premium tersebut diperoleh dari beberapa macam proses antara lain dengan :
A. Proses distilasi
Proses distilasi adalah proses pemisahan komponen-komponen suatu campuran larutan berdasarkan perbedaan titik didih atau trayek didih (boiling range) masing-masing komponen tersebut.
Hal-hal yang mempengaruhi proses distilasi dari beberapa komponen di dalam suatu campuran larutan antara lain adalah:
• perbedaan tekanan uap dari masing-masing komponen yang akan dipisahkan.
• kesetimbangan panas dan massa antara fase uap dengan cairan dari masing masing komponen yang akan dipisahkan.
Proses distilasi pada umumnya mencakup beberapa tahapan proses antara lain; proses pemanasan, proses pemisahan, proses penguapan, dan proses pengembunan.
Proses Pemanasan
Proses pemanasan bertujuan untuk menaikkan temperature komponen yang akan dipisahkan dari campuran larutan sampai tercapai titik didihnya yang selanjutnya akan dipisahkan di dalam suatu bejana.Proses pemanasan di kilang pengolahan minyak bumi umumnya menggunakan peralatan seperti; Heat Exchanger,preheater,dan furnace.
2. Proses Pemisahan
Proses pemisahan ini merupakan inti dari proses distilasi yang terjadi berdasarkan perbedaan trayek didih atau titik didih dari masing-masing komponen didalam campuran larutan.Umumnya proses distilasi dikilang pengolahan minyak bumi menggunakan kolom distilasi yang dirancang sesuai dengan variable proses yang diinginkan serta komposisi umpan kolom tersebut.
3. Proses Penguapan dan Pengembunan
Proses penguapan dan pengembunan adalah proses akhir dari suatu proses distilasi.Dalam proses ini,kesetimbangan panas dan massa masing-maisng komponen dijaga.Untuk proses penguapan dapat diatur melalui temperatur keluaran heater atau reboiler,sedangkan untuk proses pengembunan dapat diatur melalui kondensor dan reflux.
4. Kesetimbangan uap dan cairan
Pada proses pemisahan yang menggunakan kolom distilasi pemindahan panas dan massa terjadi pada suatu system memanfaatkan kesetimbangan fase.Cairan dan uap yang tidak berada dalam keadaan yang setimbang dikontakkan maka terjadi perpindahan panas dan massa,sehingga cairan dan uap yang dikontakkan berada dalam keadaan yang mendekati keadaan kesetimbangan. Dengan demikian, uap yang meninggalkan suatu system akan lebih banyak mengandung komponen volatil dari uap masuk.Sebaliknya cairan yang meninggalkan system tersebut akan mengandung lebih sedikit komponen volotil daripada cairan masuk.Bila proses ini dilakukan secara berkelanjutan dalam beberapa system,maka pada akhirnya akan diperoleh derajat pemisahan yang tinggi.
Proses distilasi minyak bumi dibagi menjadi tiga,antara lain:
Dstilasi atmosferik adalah proses distilasi yang dilakukan pada tekanan atmosfer. Distilasi atmosferik adalah proses pemisahan minyak bumi secara fisika menjadi fraksi-fraksinya dengan dasar perbedaan titik didih pada kondisi tekanan atmosferik. Naptha yang dihasilkan sebagai komponen Premium dari proses distilasi ini mempunyai angka oktan berkisar 55-60 ON
Distilasi vakum adalah proses distilasi yang dilakukan pada tekanan vakum untuk menurunkan titik didih masing-masing komponen minyak bumi.
Distilasi bertekanan adalah proses distilasi yang dilakukan pada tekanan atas atmosfer. Pada umumnya distilasi bertekanan digunakan untuk memisahkan fraksi ringan yang memiliki rentang titik didih yang memisahkannya.
B. Proses perengkahan (Cracking)
Perengkahan adalah proses pengolahan minyak bumi dengan memutuskan ikatan tunggal C-C dan C-H dari hidrokarbon berat molekul besar menjadi berat molekul kecil.
Telah disebutkan terdahulu bahwa minyak jadi (misalnya : bensin, kerosene, dan solar) dibatasi EP-nya, atau secara terstruktur kimia dibatasi oleh jumlah atom C-nya. Karena secara alami minyak bumi hanya mempunyai komponen dengan EP < 345 oC maka proses konversi (proses sekunder) harus digunakan untuk memotong-motong produk bawah distilasi atmosferik menjadi produk BBM.
Proses konversi dilakukan dengan perengkahan (cracking). Ada dua jenis cracking yang dapat dilakukan yakni:
Catalytic cracking.
Thermal cracking.
Catalytic cracking akan merengkah fraksi minyak bumi yag mempunyai rantai panjang menjadi minyak bumi yang mempunyai rantai lebih pendek dengan bantuan tekanan, temperatur dan katalis. Contoh proses ini yaitu:
Hydrocracker (HCU) : yang mengolah HVGO (BP = 280 – 585 oC) menjadi LPG, naphta, kerosene, dan diesel. Ada di kilang Dumai dan Balikpapan.
Fluid Catalytic Cracking (FCC) : mengolah HVGO menjadi LPG, gasoline, dan diesel. Ada di kilang Plaju.
Residue Catalytic Cracking (RCC) : mngolah long residue menjadi LPG, gasoline, diesel, dan slurry oil. Ada di kilang Balongan.
Thermal cracking akan merengkah fraksi minyak bumi yang bisanya sangat panjang menjadi minyak bumi yang mempunyai rantai lebih pendek-pendek dan menghasilkan cokes. Proses ini meliputi:
Delayed Coker Unit (DCU) : mengolah short residue menjadi lpg, naphta, kero, dan diesel. Ada di kilang Dumai.
Visbreaker : mengolah short residue menjadi naphta dan fuel oil. Ada di kilang Cilacap.
C. Proses Reforming (Platforming)
Proses isomerisasi adalah proses perubahan struktur molekul kimia minyak bumi guna mendapatkan kualitas lain yang dikehendaki.
Contoh :
komponen utama bensin yakni HOMC (High Octane Mogas Component) adalah naphta yang telah dikonversi dengan proses platforming sehingga bilangan oktana naik 54 menjadi 90-95 bahlan 100. Bensin dengan spesifikasi bilangan oktana 88 tidak dapat langsung dihasilkan dari naphta saja, walaupun rentang BP memenuhi, karena bilangan oktana tidak dapat memenuhi spesifikasi.
D. Proses alkilasi
Alkilasi adalah proses dalam industri perminyakan yang bertujuan untuk menghasilkan komponen gasoline oktan tinggi dengan cara penggabungan antara olefin dan parafin. Proses ini mereaksikan antara iso dan olefin dengan menggunakan katalis aluminium klorida dan asam klorida atau menggunakan asam sulfat atau asam klorida sebagai katalis. Komponen gasoline yang dihasilkan dari proses alkilasi ini disebut alkilat aviasi yang mempunyai oktan berkisar 89-90 ON
E. Proses polimerisasi
Polimerisasi adalah proses penggabungan olefin menjadi poliolefin dengan berat molekul besar dalam trayek didih cair gasoline. Olefin yang digabungkan adalah propilene menghasilkan polipropilene, n-butilene menghasilkan polimer butilene atau gabungan propilene dan butilene menghasilkan gabungan polimer propilene dan butilene.Polimer yang dihasilkan disebut polimer gasoline (poligasoline). Proses yang dilakukan menggunakan katalis asam sulfat atau asam fosfat.
F. Proses isomerisasi
Isomerisasi adalah proses yang bertujuan untuk menghasilkan komponen gasoline oktan tinggi dengan cara mengubah N-pentana dan N-heksana masing-masing menjadi Iso-pentana dan Iso-heksana. Umumnya isomerisasi dilakukan dengan mengubah N-pentana (ON 61,7) menjadi Iso-pentana (ON 92,6) dan N-heksana (ON 34,0) menjadi Iso-heksana (2,3 dimethyl butana ON 103,5) atau mengubah butana menjadi Iso-butana. Proses reaksi terjadi dengan menggunakan platina dan asam klorida
G. Pencampuran (blending) serta penambahan aditif
Blending adalah pencampuran dari 2 komponen atau lebih yang berbeda angka oktannya yang bertujuan mendapatkan angka oktan yang dikehendaki, agar kualitas produk hasil blending memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan , maka harus dilakukan uji laboratorium. Minyak yang dijual di pasar bukan dihasilkan dari suatu stream proses saja, melainkan dari berbagai campuran stream proses yang diformulakan sedemikian rupa sehingga spesifikasi campuran sesuai atau cocok dengan spesifikasi pemasaran.
IV.2.2 Angka Oktan
Octane Number adalah suatu pengukuran yang menunjukkan kemampuan bahan bakar gasoline untuk terbakar secara tepat dan merata serta seberapa mampu mencegah terjadinya knocking pada ruang bakar.
Bilangan oktan (octane number) merupakan ukuran dari kemampuan bahan bakar untuk mengatasi ketukan sewaktu terbakar dalam mesin. Nilai bilangan oktan 0 ditetapkan untuk n-heptana yang mudah terbakar, dan nilai 100 untuk isooktana yang tidak mudah terbakar. Suatu campuran 30% n¬heptana dan 70% isooktana akan mempunyai bilangan oktan:
= (30/100 x 0) + (70/100 x 100)
= 70
Bilangan oktan adalah angka yang menunjukkan seberapa besar tekanan yang bisa diberikan sebelum bensin terbakar secara spontan. Di dalam mesin, campuran udara dan bensin (dalam bentuk gas) ditekan oleh piston sampai dengan volume yang sangat kecil dan kemudian dibakar oleh percikan api yang dihasilkan busi. Karena besarnya tekanan ini, campuran udara dan bensin juga bisa terbakar secara spontan sebelum percikan api dari busi keluar. Jika campuran gas ini terbakar karena tekanan yang tinggi (dan bukan karena percikan api dari busi), maka akan terjadi knocking atau ketukan di dalam mesin. Knocking ini akan menyebabkan mesin cepat rusak, sehingga sebisa mungkin harus kita hindari.
Nama oktan berasal dari oktana (C8), karena dari seluruh molekul penyusun bensin, oktana yang memiliki sifat kompresi paling bagus. Oktana dapat dikompres sampai volume kecil tanpa mengalami pembakaran spontan, tidak seperti yang terjadi pada heptana, misalnya, yang dapat terbakar spontan meskipun baru ditekan sedikit.
Misalnya Bensin dengan bilangan oktan 87, berarti bensin tersebut terdiri dari 87% oktana dan 13% heptana (atau campuran molekul lainnya). Bensin ini akan terbakar secara spontan pada angka tingkat kompresi tertentu yang diberikan, sehingga hanya diperuntukkan untuk mesin kendaraan yang memiliki ratio kompresi yang tidak melebihi angka tersebut.
Umumnya skala oktan di dunia adalah Research Octane Number (RON). RON ditentukan dengan mengisi bahan bakar ke dalam mesin uji dengan rasio kompresi variabel dengan kondisi yang teratur.
Beberapa angka oktan untuk bahan bakar:
87 → Bensin standar di Amerika Serikat
88 → Bensin tanpa timbal Premium
50-60 → LOMC (light & heavy naphta)
90-95 → HOMC (reformate)
91 → Bensin standar di Eropa, Pertamax
94 → Premix-TT
95 → PertamaxPlus
Terdapat dua jenis pengukuran octane number, yaitu Research Octane Number (RON) ASTM D2699 untuk rpm rendah/sedang dan Motor Octane Number (MON) ASTM D2700 untuk rpm tinggi. Untuk pemeriksaan satu gasoline, nilai RON akan lebih tinggi dari MON. Untuk aplikasi analisa lab ke pemakaian di jalan raya, biasanya digunakan nilai tengah dari RON dan MON, yang dikenal juga sebagai Anti Knock Index (AKI).
Mutu anti- knocking dinyatakan dalam angka oktana atau Octane Number (ON), yaitu banyaknya isookatana (C8H18) dalam campurannya dengan normal heptana (C7H16).
Isooktana mempunyai ketahanan terhadap letupan sangat tinggi yaitu dengan ON=100, sedangkan normal heptana mempunyai ketahanan terhadap letupan sangat rendah dengan ON=0. Kedua senyawa ini dijadikan acuan karena kesamaan sifat volatility, density, panas penguapan, dan boiling point. Sehingga bila dilakukan variasi ratio perbandingan akan memudahkan test tanpa ada masalah penguapan dan lainnya.
Untuk meningkatkan ON biasanya ditambahkan Octane additif (booster). Tetapi beberapa additif yang tersedia di pasaran umumnya memberi dampak lingkungan yang kurang baik.
Seperti additif senyawa alkyl-lead yang merupakan polutan yang mencemari udara. Sedangkan penambahan kadar benzene, aromatik dan olefin berdampak pada pencemaran udara dan karsinogenik.
IV.3 Pengolahan DataAktual Penjualan Premium
Pengolahan data dilakukan terhadap penjualan aktual premium pada tahun 2010 s/d tahun 2011 untuk mendapatkan ramalan penjualan tahun 2012 sehingga proses produksi bisa direncanakan.
Data yang diperoleh akan diolah untuk mendapatkan perkiraan dan perencanaan produksi premium untuk menentukan berapa jumlah premium yang harus di produksi oleh PT. Pertamina (Persero) RU II Dumai untuk 12 Periode ke depan agar permintaan konsumen terpenuhi dan perusahaan mendapatkan keuntungan yang maksimum. Metode peramalan yang digunakan dalam pengolahan data adalah metode regresi sederhana yaitu metode linier dan kuadratis. Kemudian dari metode-metode tersebut akan dipilih kembali untuk menetukan data penjualan yang akan dipakai untuk melakukan peramalan.
IV.3.1 Peramalan Dengan Menggunakan Metode linear
Peramalan dengan menggunakan metode linier dapat dilihat pada tabel di bawah ini dengan fungsi peramalan yang digunakan dengan metode ini adalah :
Tabel IV.3 Parameter peramalan yang digunakan pada metode linear
Periode t t2 y yt y' a b
1 1 1 432025 432025 543579 543961.64 -382.46
2 2 4 530390 1060780 543197 543961.64 -382.46
3 3 9 572610 1717830 542814 543961.64 -382.46
4 4 16 519689 2078756 542432 543961.64 -382.46
5 5 25 615907 3079535 542049 543961.64 -382.46
6 6 36 537598 3225588 541667 543961.64 -382.46
7 7 49 477920 3345440 541284 543961.64 -382.46
8 8 64 450461 3603688 540902 543961.64 -382.46
9 9 81 740770 6666930 540520 543961.64 -382.46
10 10 100 509016 5090160 540137 543961.64 -382.46
11 11 121 663523 7298753 539755 543961.64 -382.46
12 12 144 586560 7038720 539372 543961.64 -382.46
13 13 169 542109 7047417 538990 543961.64 -382.46
14 14 196 480097 6721358 538607 543961.64 -382.46
15 15 225 472618 7089270 538225 543961.64 -382.46
16 16 256 565226 9043616 537842 543961.64 -382.46
17 17 289 561272 9541624 537460 543961.64 -382.46
18 18 324 496352 8934336 537077 543961.64 -382.46
19 19 361 631617 12000723 536695 543961.64 -382.46
20 20 400 499865 9997300 536312 543961.64 -382.46
21 21 441 520727 10935267 535930 543961.64 -382.46
22 22 484 480155 10563410 535548 543961.64 -382.46
23 23 529 490118 11272714 535165 543961.64 -382.46
24 24 576 563717 13529208 534783 543961.64 -382.46
Jumlah 300 4900 12940342 161314448 12940341.36 13055079.36 -9179.04
Sumber : Data Diolah
Contoh perhitungan :
"b =" ("N" ∑▒"yt" " - " ∑▒"y" ∑▒"t" )/("N" ∑▒〖"t" ^"2" "- (" ∑▒〖"t)" 〗^"2" " " 〗)
" =" (("24 x 161314448" ) "- " ("12940342 x 300" ))/(("24 x 4900" ) "- (" 〖"300)" 〗^"2" ) "= -382.46"
"a =" (∑▒"y" " " )/"N" "- b" (" " ∑▒"t" )/"N"
" =" " " ("12940342" )/"24" "- (-382.46)" " " ("300" )/"24" " = 543961,64"
Berdasarkan hasil perhitungan diatas didapatkan persamaan untuk metode persamaan linier ini adalah :
1. Pada periode 1
"y" ^"'" "= 543961,64+" ("-382.46" )("1" )
"=543579"
2. Pada periode 2
"y" ^"'" "= 543961,64+" ("-382.46" )"(2)"
"=543197"
Gambar IV.2 Grafik hasil peramalan dengan metode linier
Sumber : Hasil pengolahan data peramalan dengan metode linier
IV.3.2 Perhitungan Standard Error of Estimate (SEE) Metode Linier
Pada umumnya setiap metode forecast hanya merupakan sebuah alat yang digunakan untuk meramalkan keadaan yang akan datang dan memiliki penyimpangan atau kesalahan dari keadaan aslinya, apakah penyimpangannya besar atau kecil. Rumus yang digunakan dalam perhitungan kesalahan standar penaksiran (Standard Error of Estimate) peramalan (Forecast) adalah sebagai berikut :
"SEE =" √(∑▒("(y -" 〖" y" 〗^"'" ")2" )/"n - f" ) " "
dimana, f adalah derajat bebas yang disesuaikan dengan metode peramalan. Untuk metode linier f = 2
Tabel IV.4 Perhitungan kesalahan standar penaksiran (SEE) Metode linier
Periode t y y' e = y - y' e2 n – f
1 1 432025 543579 -111554 12444335075 22
2 2 530390 543197 -12807 164012077 22
3 3 572610 542814 29796 887786122 22
4 4 519689 542432 -22743 517234952 22
5 5 615907 542049 73858 5454953941 22
6 6 537598 541667 -4069 16555784 22
7 7 477920 541284 -63364 4015049722 22
8 8 450461 540902 -90441 8179567246 22
9 9 740770 540520 200251 40100262750 22
10 10 509016 540137 -31121 968519131 22
11 11 663523 539755 123768 15318621789 22
12 12 586560 539372 47188 2226696019 22
13 13 542109 538990 3119 9730282 22
14 14 480097 538607 -58510 3423443504 22
15 15 472618 538225 -65607 4304244333 22
16 16 565226 537842 27384 749868121 22
17 17 561272 537460 23812 567019916 22
18 18 496352 537077 -40725 1658554947 22
19 19 631617 536695 94922 9010205068 22
20 20 499865 536312 -36447 1328415883 22
21 21 520727 535930 -15203 231130601 22
22 22 480155 535548 -55393 3068331272 22
23 23 490118 535165 -45047 2029237615 22
24 24 563717 534783 28934 837199503 22
Jumlah 300 12940342 12940341.36 0.64 1.17511E+11 528
Sumber : Data Diolah
Contoh perhitungan SEE Peramalan Metode Linier:
"SEE =" √(∑_"t=1" ^"n" ▒("y - " "y" ^"'" )^"2" /"n - f" ) "=" √("(1.17511E + 11)" /"24-2" ) " = 73084,94 "
Maka, perhitungan Standard Error of Estimate peramalan linier adalah "73084,94"
IV.3.3 Peramalan Dengan Menggunakan Metode Kuadratis
Fungsi peramalan yang digunakan dengan metode ini adalah : y’ = a + bt + ct2
Tabel IV.5 Parameter yang digunakan pada metode kuadratis
Periode t t2 t3 t4 y ty t2y y'
1 1 1 1 1 432025 432025 432025 508681
2 2 4 8 16 530390 1060780 2121560 517614
3 3 9 27 81 572610 1717830 5153490 525700
4 4 16 64 256 519689 2078756 8315024 532939
5 5 25 125 625 615907 3079535 15397675 539331
6 6 36 216 1296 537598 3225588 19353528 544876
7 7 49 343 2401 477920 3345440 23418080 549575
8 8 64 512 4096 450461 3603688 28829504 553426
9 9 81 729 6561 740770 6666930 60002370 556431
10 10 100 1000 10000 509016 5090160 50901600 558589
11 11 121 1331 14641 663523 7298753 80286283 559900
12 12 144 1728 20736 586560 7038720 84464640 560365
13 13 169 2197 28561 542109 7047417 91616421 559982
14 14 196 2744 38416 480097 6721358 94099012 558753
15 15 225 3375 50625 472618 7089270 106339050 556677
16 16 256 4096 65536 565226 9043616 144697856 553754
17 17 289 4913 83521 561272 9541624 162207608 549984
18 18 324 5832 104976 496352 8934336 160818048 545367
19 19 361 6859 130321 631617 12000723 228013737 539903
20 20 400 8000 160000 499865 9997300 199946000 533593
21 21 441 9261 194481 520727 10935267 229640607 526436
22 22 484 10648 234256 480155 10563410 232395020 518432
23 23 529 12167 279841 490118 11272714 259272422 509581
24 24 576 13824 331776 563717 13529208 324700992 499883
Total 300 4900 90000 1763020 12940342 161314448 2612422552 12959770
Sumber : Data Diolah
Contoh perhitungan :
"γ =" (∑_"i=1" ^"N" ▒"t" ^"2" )^"2" "-" ∑_"i=1" ^"N" ▒"t" ^"4" "= (490" 〖"0)" 〗^"2" "- (24 x 1763020) = -18302480"
"δ = " ∑_"i=1" ^"N" ▒"t" ∑_"i=1" ^"N" ▒"y - N " ∑_"i=1" ^"N" ▒"y t" "= " ("300 x 12940342" ) "- (24 x 161314448) = 10555848"
"θ = " ∑_"i=1" ^"N" ▒"t" ^"2" ∑_"i=1" ^"N" ▒"y - N " ∑_"i=1" ^"N" ▒〖"t" ^"2" "y" 〗 " =" ("4900 x 12940342" ) "- (24 x 2612422552) = 709534552"
"α = " ∑_"i=1" ^"N" ▒"t" ∑_"i=1" ^"N" ▒〖"t" ^"2" "- N " 〗 ∑_"i=1" ^"N" ▒"t" ^"3" "= " ("300 x 4900" ) "- " ("24 x 9000" )" = -690000"
"β = " (∑_"i=1" ^"N" ▒"t" )^"2" "-N" ∑_"i=1" ^"N" ▒〖"t" ^"2" " = (3" 〖"00)" 〗^"2" "- " ("24 x 4900" )" = -27600 " 〗
"b = " "γ δ – θ α" /("γ β - " "α" ^"2" " " ) " = " ("-18302480 x 10555848" )"- (709534552) x (-690000)" /(("-18302480) x (-27600" )" -" 〖" (-690000)" 〗^"2" ) " = 10202,98"
"c = " "θ - " ("b" )("α" )/"γ " " = " (("709534552" ) "- " ("10202,98" )" x " ("-690000" ))/(("-18302480" ) ) " = -423,41"
"α = " (∑▒"y" )/"N" " - b" (∑▒"t" )/"N" " - c" (∑▒"t" ^"2" )/"N" " = " " " ("12940342" )/(("24" ) ) "- " ("10202,98" ) " " ("300" )/(("24" ) ) "- (-423,41) " " " ("4900" )/(("24" ) )
"= 898091,42"
Berdasarkan hasil perhitungan diatas didapatkan persamaan untuk metode persamaan Kuadratis ini adalah :
1. Pada periode 1
y' = 498091,42 + (10202,98)(1) + (-423,41)(1)2 = 508681
2. Pada periode 2
y' = 498091,42 + (10202,98)(2) + (-423,41)(2)2 = 517814
Gambar IV.3 Grafik hasil peramalan dengan metode kuadratis
Sumber : Hasil pengolahan data peramalan dengan metode kuadratis
IV.3.4 Perhitungan Standard Error of Estimate (SEE) Metode Kuadratis
Pada umumnya setiap metode forecast hanya merupakan sebuah alat yang digunakan untuk meramalkan keadaan yang akan datang dan memiliki penyimpangan atau kesalahan dari keadaan aslinya, apakah penyimpangannya besar atau kecil.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan kesalahan standar penaksiran (Standard Error of Estimate) peramalan (Forecast) adalah sebagai berikut :
"SEE =" √(∑_"t=1" ^"n" ▒〖"(y - y')" 〗^"2" /"n - f" )
dimana, f adalah derajat bebas yang disesuaikan dengan metode peramalan. Untuk metode linier f = 2
Tabel IV.6 Perhitungan kesalahan standar penaksiran (SEE) Metode kuadratis
Periode t y y' e = y - y' e2 n - f
1 1 432025 508681 -76655.98 5876139270 21
2 2 530390 517614 12776.3 163233841.7 21
3 3 572610 525700 46910.42 2200587505 21
4 4 519689 532939 -13249.62 175552430.1 21
5 5 615907 539331 76576.18 5863911343 21
6 6 537598 544876 -7278.18 52971904.11 21
7 7 477920 549575 -71654.7 5134396032 21
8 8 450461 553426 -102965.38 10601869479 21
9 9 740770 556431 184338.78 33980785812 21
10 10 509016 558589 -49573.22 2457504141 21
11 11 663523 559900 103622.62 10737647376 21
12 12 586560 560365 26195.3 686193742.1 21
13 13 542109 559982 -17873.18 319450563.3 21
14 14 480097 558753 -78655.82 6186738020 21
15 15 472618 556677 -84058.62 7065851596 21
16 16 565226 553754 11472.42 131616420.7 21
17 17 561272 549984 11288.3 127425716.9 21
18 18 496352 545367 -49014.98 2402468264 21
19 19 631617 539903 91713.58 8411380756 21
20 20 499865 533593 -33728.02 1137579333 21
21 21 520727 526436 -5708.78 32590169.09 21
22 22 480155 518432 -38276.7 1465105763 21
23 23 490118 509581 -19462.78 378799805.3 21
24 24 563717 499883 63833.98 4074777003 21
Jumlah 300 12940342 12959770 -19428.08 1.09665E+11 504
Sumber : Data Diolah
Contoh perhitungan SSE Peramalan Metode kuadratis:
"SEE =" √(∑_"t=1" ^"n" ▒("y - " "y" ^"'" )^"2" /"n - f" ) "=" √("1.09665E + 11" /"24-3" ) "=72264,26"
Maka, perhitungan kesalahan standar penaksiran (Standard Error of Estimate) peramalan metode kuadratis adalah "72264,26"
IV.4 Rekapitulasi Perhitungan Standard Error of Estimate (SEE)
Rekapitulasi perhitungan (SEE) untuk 2 metode permalan diatas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel IV.7 Rekapitulasi Standard Error of Estimate (SEE)
No. Metode SEE SEE Terkecil
1 Linier 73084.94 72264.26
2 kuadratis 72264.26
Sumber : Data Diolah
Perbandingan masing-masing Error dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar IV.4 Grafik SEE per Metode Peramalan
Sumber : Pengolahan data rekapitulasi Perhitungan Standard Error of Estimate
Dari perhitungan kesalahan standar penaksiran (Standard Error of Estimate) untuk ke dua metode diatas, terlihat bahwa SEEkuadratis < SEElinier, maka metode yang di pilih untuk melakukan peramalan adalah metode kuadratis.
IV.5 Peramalan dengan Metode Terbaik Untuk 12 Periode Kedepan
Berdasarkan metode peramalan terbaik yang telah di peroleh dari hasil perhitungan, maka dilakukan peramalan untuk 12 periode ke depan atas permintaan atau penjualan premium.
Tabel IV.8 Peramalan 12 periode ke depan
No. Bulan Periode Ramalan Penjualan Premium (Barrel)
Tahun 2012
1 Januari 25 508681
2 Februari 26 517614
3 Maret 27 525700
4 April 28 532939
5 Mei 29 539331
6 Juni 30 544876
7 Juli 31 549575
8 Agustus 32 553426
9 September 33 556431
10 Oktober 34 558589
11 November 35 559900
12 Desember 36 560365
Jumlah 6507426.48
Sumber : Data Diolah
Hasil Peramalan 12 periode ke depan dapat dilihat dengan grafik dibawah ini.
Gambar IV.4 Grafik Hasil Peramalan 12 periode ke depan.
Sumber : Hasil pengolahan data Peramalan 12 periode ke depan.
IV.6 Perencanaan Produksi Premium
Dari hasil peramalan yang didapat dengan menggunakan metode terpilih, di dapat hasil bahwa penjualan premium mengalami peningkatan untuk tahun 2012 atau 12 bulan kedepan.
Setelah memilih dan menghitung metode terbaik yaitu metode peramalan kuadratis. Maka, dapat diketahuilah Hasil peramalan penjualan premium untuk bulan januai 2012 sampai dengan bulan desember 2012. Selanjutnya perusahaan melakukan penyesuaian kapasitas yang dimiliki oleh perusahaan dengan sumber daya yang ada sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian. Hasil peramalan produksi premium dapat dilihat pada table (Tabel IV.8).
BAB V
PENUTUP
Pada bagian ini akan dijelaskan tentang kesimpulan yang didapatkan dari hasil pengumpulan dan pengolahan data, dan juga didapatkan saran untuk perbaikan pada penelitian selanjutnya.
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data yang telah dilakukan. Maka, dapat disimpulkan sebagai berikut :
Premium diproduksi pada unit CDU, Platforming-I dan Platforming-II. Proses produksi premium awalnya dihasilkan dari distilasi crude oil pada unit CDU yang menghasilkan straight run naphta dan kemudian akan menjadi umpan (feed) pada unit Naphta Rerun Unit dan NHDT. Naphta rerun unit yang merupakan bagian dari unit Platforming-I berfungsi untuk memisahkan antara premium oktan rendah yang mempunyai fraksi ringan (light naphta) dengan yang mempunyai fraksi berat (heavy naphta). Heavy naphta yang dihasilkan akan diumpankan ke unit existing platforming atau hydrobon platforming sedangkan light naphta akan dialirkan ke tangki sebagai produk blending gasoline premium oktan 88.
Variabel atau parameter pada gasoline yaitu vapor pressure, distilasi, angka oktan, induction period, gum existence dan sulfur compound. Kriteria produk Premium yang diharapkan di negara Indonesia adalah Bensin / premium dengan angka oktan minimum 88 yang diberi warna kuning jernih sebagai identitas minyak tersebut. Premium berwarna kuning akibat adanya zat pewarna tambahan (yellow dye).
Setelah menghitung, menganalisa dan membandingkan metode peramalan penjualan premium dengan menggunakan metode linier dan kuadratis. Kemudian didapatlah metode peramalan kuadratis sebagai metode terbaik dengan menghitung dan membandingkan kesalahan standar penaksiran Standard Error of Estimate (SEE) dari data aktual penjualan premium dari tahun 2010 dan 2011 atau selama 24 periode sebagai SEE yang terkecil yaitu dengan nilai 72264.26.
Dengan memilih dan menghitung metode terbaik yaitu metode peramalan kuadratis. Maka, dapat diketahuilah Hasil peramalan penjualan premium untuk bulan januai 2012 sampai dengan bulan desember 2012. Selanjutnya perusahaan menyesuaikan kapasitas yang dimiliki oleh perusahaan dengan sumber daya yang ada sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian. Hasil peramalan produksi premium dapat dilihat pada table (Tabel IV.8).
V.1 Saran
Berdasarkan data yang telah didapat dan diolah dan untuk perbaikan bagi penelitian selanjutnya, disarankan agar :
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mempelajari dan menjelaskan lebih jauh mengenai proses pengolahan premium, sehingga memberikan penjelasan yang lebih detail mengenai proses pengolahan premium.
Peneliti hendaknya mampu menggunakan metode peramalan yang lain untuk membandingkan dengan metode peramalan lainnya dan hasil yang didapatkan lebih baik lagi.
Pada perhitungan error atau galat, sebaiknya peneliti menggunakan metode Standar Kesalahan Peramalan (SKP) lainnya.
Perencanaan produksi tidak hanya dilakukan dengan peramalan saja, namun juga bisa dengan menggunakan metode Analisa titik impas (ATI), Break event point (BEP) dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Dasir. 2008. “Proses Pemurnian Minyak Bumi”. http://www.tentang-bisnisku.blogspot.com. Diakses pada tanggal 15 Juli 2012.
Pertamina, Diklat. 2005. “Bimbingan Kerja Juru Teknik BKJT Angkatan VI”. Dumai: PT. Pertamina (Persero) UP II Dumai – Sei. Pakning.
Prawirosentono, suyadi. 2007. ”Manajemen Operasi”. Bumi Aksara. Jakarta.
Reinard. 2008. ”Hidrokarbon”. http://www.reinard26.wordpress.com. Diakses pada tanggal 27 Juli 2012.
Sayles & Strauss. 1977. ”Manajemen Personalia”. Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen. Jakarta.
Sheptiono, Edward. 2011. ”Peramalan Produksi Premium 2011”. Laporan Kerja Praktek. Jurusan Teknik Industri. Fakultas Teknik. Universitas Andalas. Padang.
Sutojo, Siswanto. 1983. ”Kerangka Dasar Manajemen Pemasaran”. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.
Wendra, Novri. 2007. ”Uji Terhadap Bahan Premium”. Laporan Kerja Praktek. Jurusan Teknik Kimia. FMIPA. Universitas Andalas. Padang.
“Oktan”. http://www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 23 Juli 2012.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
laporan kerja praktek
PROSES PENGOLAHAN DAN PERENCANAAN PRODUKSI PREMIUM DI PT. PERTAMINA REFINERY UNIT II DUMAI
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tujuan utama Pendidikan Nasional sebagaimana yang dirumuskan dalam GBHN, diarahkan pada penge...
-
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tujuan utama Pendidikan Nasional sebagaimana yang dirumuskan dalam GBHN, diarahkan pada penge...
-
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa p...
-
BAB II POROS A. FUNGSI POROS Dalam kehidupan sehari – hari kita tak lepas dengan peralatan – peralatan untuk menunjang kelancaran...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar